Di antara tradisi ulama salaf adalah membantu teman mereka untuk meraih pahala memberi makan, dengan cara mengunjungi rumah teman itu ketika mereka sedang lapar. Konon, Baginda Nabi ﷺ bersama Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mengunjungi rumah Abul-Haitsam bin at-Tayyihan dan Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhuma untuk makan. Pada saat itu Baginda Nabi ﷺ dan kedua sahabat beliau itu memang sedang lapar.

Al-Imam al-Gazali menuturkan, bahwa ‘Aun bin ‘Abdullah al-Mas‘udi mendata 360 temannya untuk dikunjungi setiap hari secara bergantian, sehingga ia akan makan di rumah teman-temannya secara bergilir selama setahun penuh. Ulama lain ada yang menjadwal 30 temannya untuk dikunjungi dalam tempo sebulan, sedangkan ulama yang lain lagi ada yang mendaftar 7 teman untuk dikunjungi dalam sejumat (sepekan).

Bahkan, jika pemilik rumah sedang tidak di dalam rumah, mereka tetap masuk dan menyantap makanan yang ada. Hal demikian karena mereka sudah tahu dan memastikan bahwa pemilik rumah rela, bahkan senang, kalau makanannya dimakan. Konon, Rasulullah ﷺ pernah memasuki rumah Barirah, lalu memakan makanan di rumahnya meskipun Barirah tidak ada. Hal demikian karena Baginda Nabi ﷺ tahu jika Barirah senang dengan hal itu.

Konon, al-Imam Muhammad bin Wasi‘ dan kawan-kawannya memasuki rumah al-Imam al-Hasan al-Bashri ketika beliau sedang tidak di rumah. Mereka lalu memakan makanan al-Hasan yang dijumpai di dalam rumahnya tanpa izin. Ketika al-Hasan memasuki rumahnya dan menemukan pemandangan seperti itu, beliau pun merasa senang dan berujar, “Tradisi kita memang sedemikian”.

Sekelompok orang (kaum) memasuki rumah al-Imam Sufyan ats-Tsauri tapi mereka tidak mendapati tuan rumah. Lalu mereka membuka pintu rumah, menurunkan hidangan yang ada di situ, lalu mereka semua memakannya. Ketika ats-Tsauri memasuki rumahnya, ia bergembira melihat pemandangan itu lalu berujar, “Kalian telah mengingatkanku pada akhlak ulama salaf. Dulu mereka juga seperti itu”.

Sekelompok orang mengunjungi seorang Tabi‘in, namun Si Tabi‘in tidak menemukan apa yang bisa disuguhkan kepada tamu-tamunya itu. Lalu Si Tabi‘in pergi ke rumah salah satu temannya, tapi dia tidak sedang di rumah. Si Tabi‘in pun memasuki rumah temannya itu, lalu mendapati sejumlah makanan. Ia pun membawa semuanya lalu menghidangkan kepada tamu-tamunya.

Ketika pemilik rumah masuk, dia menemukan makanan di dapurnya sudah ludes. Namun seorang tetangga melaporkan bahwa makanannya dibawa oleh Si Fulan (Si Tabi‘in). Mengetahui hal itu dia pun berujar, “Baguslah kalo begitu”. Ketika suatu hari pemilik rumah itu bertemu dengan Si Tabi‘in, dia berkata, “Saudaraku, jika tamu-tamumu datang lagi, lakukan hal yang sama lagi, ya!”

~ Al-Gazhali, Ihya’ ‘Ulumiddin, Darul-Minhaj, 3/40-43

diambil dari : M. ACHYAT AHMAD