*Muhammad Noer Maliki 

Sejarah pendidikan di Indonesia dapat ditelusuri sejak zaman Hindu dan Budha pada Abad ke-V Masehi. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha, pendidikan dipengaruhi ajaran kedua agama tersebut.Kemudian Pendidikan di Indonesia dimulai dari pendidikan zaman kolonial pada tahun 1854. Sekolah tersebut dibentuk untuk mendidik calon pegawai yang akan bekerja memenuhi kekurangan tenaga pekerja dan untuk kepentingan kolonial,seperti bidang politik, ekonomi, dan administrasi.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia pertama kali menetapkan tanggal 02 Mei sebagai “Hari Pendidikan Nasional”, pertama kali pada tahun 1948. Penetapan ini dilakukan dalam rangka menghormati pendidikan dan peran pentingnya dalam pembangunan bangsa.

Raden Mas Soewardi Soejaningrat atau yang dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara, lahir di Pakualaman 02 Mei tahun 1889; wafat pada April 26 tahun 1959 di Yogyakarta. Ia di kenal sebagai “Bapak Pendidikan Indonesia”. Ki Hajar Dewantara memusatkan perjuangan melalui pendidikan dengan mendirikan perguruan “Taman Siswa” pada tanggal 03 JuIi 1922. Perguruan ini merupakan wadah untuk menanamkan rasa kebangsaaan kepada anak didik.

Hari lahir Ki Hadjar Dewantara (KHD)—atau yang memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat—diabadikan dalam hari nasional, yaitu “Hari Pendidikan di Indonesia”.

Menurut KHD, mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan, baik secara fisik, mental , jasmani dan rohani. KHD memiliki 3 konsep pengajaran yaitu: Ing Ngarsa Sung Tulada (di muka memberi contoh), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangun cita-cita), Tut Wuri Handayani (mengikuti dan mendukungnya). 

Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa pendidikan harus dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau budaya. Ia menekankan pentingnya pendidikan sebagai hak setiap individu.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat dikatakan masih cukup relevan dengan dunia pendidikan di Indonesia saat ini. 

Karena hal ini, seorang guru harus memiliki keterampilan untuk menghadapi perubahan zaman yang dinamis dalam dunia pendidikan, serta memahami landasan filosofis pendidikan, agar ia dapat melakukan berbagai upaya untuk keberhasilan proses pembelajaran yang ia lakukan. Jika seorang guru telah memahami filosofis pendidikan, maka ia akan memahami tujuan ia mendidik.

Namun, pendidikan di Indonesia saat ini masih mengalami kesenjangan antar daerah, kualitas guru dan ketidakmerataan fasilitas belajar, ditambah lagi infrastruktur yang tidak memadai, pemerataan pembangunan, kurikulum yang terus diganti-ganti, rendahnya mutu tenaga pengajar, gaji para guru honorer yang menunggak, dan hal-hal lain yang menjadi faktor penyebab kemunculan masalah pendidikan di Indonesia. Hal ini tentunya berlawanan dengan konsep dan pandangan dari Ki Hadjar Dewantara di atas.

Adapun dunia pendidikan dalam perspektif Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, ialah pendidikan keagamaan dan akhlak, serta menganjurkan kepada manusia supayamempergunakan akal pikirannya, memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta,sebagai anjuran pendidikan nalar akal (‘aqliyah) dan konteks kehidupan (‘ilmiyah).

Pada masa “Periode Makkah”, pendidikan Islam meliputi beberapa hal, yaitu: 

Pertama, pendidikan keagamaan. Yaitu membaca dengan menyebut nama Allah, sesaat sebelum melakukan pekerjaan.

Kedua, pendidikan aqliyah dan ilmiyah. Yaitu mempelajari manusia dari segumpal darah, dan kejadian alam semesta.

Ketiga, pendidikan akhlak dan budi pekerti. Yaitu Nabi Muhammad mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai ajaran tauhid.

Keempat, pendidikan jasmani atau kesehatan. Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.

Pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah di Makkah ini bertujuan untuk membina pribadi muslim, agar menjadi kader yang berjiwa kuat. Dan dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubaligh, dan pendidik yang baik. Sesuai karakteristik perkembangan pendidikan Islam.

Tentunya Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijaksanaan yang sangat strategis, proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme, dan bimbingan emosional.

Diteruskan pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab, yaitu dengan mengadakan penyuluhan (pendidikan) di Kota Madinah. Beliau juga menerapkan pendidikan di masjid masjid, dan mengangkat guru dari kalangan para sahabat. Mereka bukan hanya mengajarkan al-Quran, akan tetapi juga dibidang fiqih, meliputi membaca, menulis al-Quran dan menghafalkannya, serta belajar pokok-pokok agama Islam.

Secara akademis, sejarah pendidikan Islam bermanfaat untuk mengetahui dan memahami pertumbuhan serta perkembangan pendidikan, sehingga dapat memecahkan problematika pendidikan Islam di masa kini karena kemajuan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).

Meskipun dalam pendidikan Indonesia sudah terkandung materi-materi tentang hal tersebut, namun terkadang peserta didik ataupun guru pendidik hanya paham pada konsep-konsepnya saja, tanpa menghayati dan menerapkan dalam kehidupan sehari hari. Untuk itu, seharusnya seorang pendidik dan peserta didik dalam mempelajari materi harus benar-benar dapat menjadi kristal didalam hati.