
Nabi Muhammad adalah sosok Nabi yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta dan seluruh makhluk. Sebagaimana firman Allah:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya [21]:107)
Sebagian ulama berkata, bahwa Allah memberi Rasulullah dua nama dari sekian nama-Nya, sehingga Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah [09]:118)
Bagaimanakah sosok Nabi Muhammad sebagai pembawa dan penebar rahmat? Maka cukuplah al-Quran yang menjelaskannya, karena Rasulullah sendiri adalah al-Quran berjalan.
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Budi perkerti Nabi Muhammad adalah al-Quran.” (HR. Imam Muslim)
Tulisan ini hanya ingin menampilkan sekelumit dari beberapa karakteristik “rahmat” sosok Nabi Muhammad kepada umatnya.
Pertama, tatkala Rasulullah melakukan lawatan ke Thaif, dengan harapan mencari perlindungan dan memperluas dakwah—setelah di Mekah mendapat serangan bertubi-tubi dari kafir Quraisy—ternyata Rasulullah disambut secara kasar dan brutal oleh penduduk Thaif, sehingga Rasulullah lari ke atas bukit.
Di situ Malaikat pun berkata kepada beliau: “Wahai Muhammad, jika engkau izinkan, bukit ini akan aku cabut untuk ditimpakan keatas orang-orang Thaif!”
Namun Nabi Muhammad tidak mengizinkan berbuat demikian, sebaliknya Rasulullah memanjatkan do’a kepada Allah:
اللَّهُمَّ اهْدِ قَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, sebab mereka tidak mengerti.” (HR. Imam Bukhari)
Apa yang dilakukan Nabi Muhammad tersebut sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh Nabi Nuh. Setelah dakwahnya mendapat penolakan keras dari kaumnya, Nabi Nuh menyampaikan usulan kepada Allah:
رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا
“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (QS. Nuh [71]:26)
Begitu pula tidak sama dengan Nabi Isa yang setelah dakwah ditolak oleh kaumnya, beliau menyampaikan kepada Allah:
إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika Engkau menyiksa mereka (yang ingkar), maka sesungguhnya mereka adalah hamba-Mu; dan jika Engkau ampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Agung dan Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah [05]:118)
Bahkan suatu ketika, saat Nabi Muhammad melakukan shalat dan membaca ayat yang disampaikan Nabi Isa tersebut, Rasulullah menangis lama sekali memikirkan nasib umatnya, karena khawatir mereka akan disiksa. Sampai-sampai Allah mengutus Malaikat Jibril untuk menemuinya. Dan Rasulullah baru berhenti menangis, setelah ada jaminan dari Allah—yang disampaikan melalui Malaikat Jibril—bahwa umatnya tidak ada yang disiksa, kecuali mereka yang syirik kepada Allah.
Kedua, menjelang kewafatannya, Malaikat Izrail bersama Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah untuk mengabarkan akan dekatnya kematian. Mendengar itu, Rasulullah bertanya: “Wahai Jibril, katakan kepadaku, apa hakku di hadapan Allah kelak?”
Malaikat Jibril menjawab: “Wahai Rasulullah, pintu-pintu langit akan terbuka dan para malaikat sudah menantikanmu di sana. Semua pintu surga telah terbuka lebar menantikan kedatanganmu.”
Meski mendengar kabar gembira tersebut, Rasulullah masih terlihat cemas. Sehingga Malaikat Jibril bertanya: “Mengapa Engkau masih cemas seperti itu? Apakah Engkau tidak bahagia mendengar kabar ini, ya Rasulullah?”
Rasulullah kembali bertanya: “Beritahukanlah kepadaku, bagaimana nasib umatku kelak?”
Malaikat Jibril menjawab: “Jangan khawatirkan nasib umatmu, wahai Rasulullah. Aku mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Wahai Jibril sampaikan kepada Muhammad, bahwa dialah manusia yang pertama kali Aku bangkitkan di hari kiamat kelak, dan dia akan menjadi pemimpin seluruh umat manusia. Sampaikan kepada Muhammad, bahwa Aku haramkan siapapun masuk surga sebelum surga dimasuki oleh umatnya!’”
Mendengar hal itu, barulah Rasulullah merasa puas dan siap menghadapi kematian. (HR. Imam Muslim)
Ketiga, dalam riwayat hadis Imam Abu Daud, menjelang akhir hayat dan fisik Rasulullah dalam keadaan lemah, hanya bibirnya yang bisa digerakkan. Dengan terbata-bata Rasulullah berkata kepada Sayidina Ali:
الصَّلَاةَ، الصَّلَاةَ، وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
Kemudian Rasulullah berkata:
أُمَّتِيْ أُمَّتِيْ
Begitulah sosok Rasulullah yang sangat mengkhawatirkan umatnya, bahkan melebihi dirinya sendiri yang sejatinya telah amat mulia. Lalu selama hidup ini, apa sajakah yang telah kita korbankan demi Rasulullah?