
Di antara adab dalam bertamu adalah, seorang tamu tidak merekomendasikan suguhan tertentu kepada tuan rumah, karena dikhawatirkan hal itu memberatkan atau merepotkan kepada tuan rumah.
Al-A‘masy meriwayatkan dari Abi Wa‘il, bahwa beliau berkata: Saya pergi bersama seorang teman untuk mengunjungi Salman, lalu Salman menyuguhkan roti gandum dan garam tumbuk kepada kami. Lalu teman saya itu berujar, “Andai pada garam ini terdapat daun herba timi tentu lebih enak”. Maka Salman keluar, dan dia menggadaikan bejananya untuk membeli herba timi.
Setelah kami selesai makan, teman saya itu memanjatkan doa, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami rela dengan rezeki yang dianugerahkan-Nya”. Maka Salman berkata, “Jika Anda rela dengan rezeki yang dianugerahkan kepada Anda, tentu saya tidak perlu menggadaikan bejana saya!”
Namun jika tamu tahu bahwa si tuan rumah senang jika tamunya memesan atau merekomendasikan suguhan tertentu, maka hal itu tidak masalah, sebagaimana pernah dilakukan oleh al-Imam asy-Syafi‘i ketika berkunjung ke rumah az-Za‘farani di Bagdad.
Biasanya, setiap pagi az-Za‘farani menulis catatan belanja yang kemudian diserahkan kepada budak perempuan (asisten rumah tangga) untuk berbelanja ke pasar. Pagi itu al-Imam asy-Syafi‘i mengambil secarik kertas itu, lalu menuliskan beberapa daftar menu yang kemudian diserahkan kepada budak perempuan.
Ketika az-Za‘farani melihat beberapa jenis belanjaan yang tidak sesuai catatannya, ia pun memanggil si budak dan memarahinya. Maka si budak menyerahkan daftar belanja kepada az-Za‘farani yang ternyata di bagian bawahnya ada beberapa bahan lain yang ditulis oleh asy-Syafi‘i. Maka az-Za‘farani sangat gembira dengan itu dan langsung memerdekakan budak perempuan itu saat itu juga.
~ Al-Gazali, Ihya’ ‘Ulumiddin, Darul-Minhaj, 3/46-47.
Achyat Ahmad