Shalat Dhuha merupakan salah satu shalat sunah yang dianjurkan (muakkadah), Shalat Dhuha sering dikatakan sebagai Shalat Awwabin dalam beberapa hadis. Dengan Shalat Dhuha banyak sekali manfaat yang kita dapatkan dibalik pahala Shalat Dhuha, di antaranya mempermudah rezeki, memberikan kesehatan, dan lain sebagainya.

Bahwa waktu dhuha adalah waktu ketika matahari mulai naik meninggalkan tempat terbitnya, hingga ia nampak membayang sampai menjelang tengah hari. Imam ar-Rahbawi menjelaskan, bahwa waktu Shalat Dhuha dimulai sejak matahari sudah naik, kira-kira sepenggalah sampai dengan tergelincir. Tetapi yang paling utama dikerjakan ialah sesudah lewat seperempat siang hari, sesuai hadis riwayat Zaid bin Arqam:

صَلاَ ةُ الْأَوَّابِيْنَ حِيْنَ تـَرْمَضُ الْفِصَال

“Shalat Awwabin (baca: mereka yang kembali dan bertaubat kepada Allah) ialah ketika anak unta mulai kepanasan.” (HR. Imam Muslim)

Shalat Dhuha lebih dikenal sebagai shalat sunah untuk memohon rezeki dari Allah, berdasarkan Hadis Qudsi:

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: يَا ابْنَ آدَمَ، لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ

“Allah berfirman: ‘Wahai manusia, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (Shalat Dhuha), niscaya pasti akan aku cukupkan kebutuhanmu pada akhir harinya.’” (HR. Imam Turmudzi)

Terdapat banyak dalil, baik dari al-Quran maupun hadis yang menegaskan keutamaan Shalat Dhuha. Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam karyanya, FathulMu’în, menjelaskannya berikut, “Shalat Dhuha disunahkan berdasar firman Allah: ‘Bertasbihlah kalian di waktu petang dan pagi.’ (QS. Shad [38]:18) Dan Shahabat Ibnu Abbas menafsirkan, jika maksud “Shalat Isyraq” adalah Shalat Dhuha.” (HR. Imam Bukhari & Imam Muslim)

Wasiat Rasulullah tersebut tidak hanya khusus bagi Shahabat Abu Hurairah, tetapi berlaku untuk seluruh umat Nabi Muhammad, karena dalam hadis lain disebutkan Shalat Dhuha memiliki banyak keutamaan dan hikmah. Di antara hikmah Shalat Dhuha ialah sebagai berikut:

Pertama,Shalat Dhuha bisa dilaksanakan dengan jumlah rakaat yang berbeda, mulai dari dua hingga dua belas rakaat. Jumlah ini disesuaikan dengan kemampuan setiap muslim.

Kedua,orang yang melaksanakan Shalat Dhuha akan diberikan kelapangan rezeki oleh Allah. Dalam Hadis Qudsi Allah berfirman: “Wahai manusia, rukuklah (shalatlah) karena Aku pada awal siang (Shalat Dhuha) empat rakaat, maka aku akan mencukupi kebutuhanmu hingga sore harinya.” (HR. Imam Bukhari)

Ketiga,orang yang membiasakan Shalat Dhuha akan diampuni dosanya oleh Allah, walau sebanyak buih di laut. Rasulullah bersabda: “Barang siapa Shalat Dhuha, maka dosa-dosanya akan diampuni walau sebanyak buih di lautan.” (HR. Imam Ahmad)

Keempat,Shalat Dhuha merupakan wujud syukur atas segala nikmat yang dilimpahkan Allah. Dan bagi siapapun umat muslim yang mau bersyukur, maka Allah akan menambahkan nikmat-Nya. Shalat Dhuha di pagi hari dapat diibaratkan sebagai kunci untuk membuka gudang rezeki sebelum memulai aktivitas, sementara gudang rezeki tersebut milik Allah.

Kelima,seorang yang mengerjakan Shalat Dhuha 12 rakaat, maka Allah akan membangun istana di surga untuknya, seperti perkataan Rasulullah: “Barang siapa Shalat Dhuha dua belas rakaat, maka Allah membangun untuknya sebuah istana dari emas kelak di surga.” (HR. Imam Ibnu Majah)

Keenam, Rasulullah menyatakan jika seluruh ruas tulang pada tubuh kita harus disedekahkan, dengan cara membaca tasbih, (subhânallah), tahmid (alhamdulillâh), tahlil (lâ ilâha illallâh), dan takbir (allâhu akbar). Dan sedekah untuk setiap ruas tulang badan kita setiap harinya, cukup dengan menegakkan shalat 2 rakaat (Shalat Dhuha).

Nabi Muhammad bersabda: “Setiap ruas dari anggota tubuh di antara kalian pada pagi hari, harus dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan semua itu dapat disepadankan dengan mengerjakan Shalat Dhuha dua rakaat.” (HR. Imam Muslim)

Ketujuh,Shalat Dhuha boleh dilakukan secara bersama (jamâ’ah) ataupun sendirian (munfarid), karena Nabi Muhammad pernah melakukan shalat dengan kedua cara itu. Namun Rasulullah lebih sering melakukan shalat sunnah secara sendirian. Menurut penjelasan dalam kitab FathulBâri Syarh ‘Alâ Shahihil-Bukhâri:

مَا رَوَاهُ أَحْمَد مِنْ طَرِيق اَلزُّهْرِيّ عَنْ مَحْمُود بْن اَلرَّبِيع عَنْ عِتْبَان بْن مَالِك ” أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي بَيْتِهِ سُبْحَةَ اَلضُّحَى فَقَامُوا وَرَاءَهُ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ “

“Bahwa Rasulullah Shalat Dhuha di kediamannya, lalu para sahabat berdiri di belakangnya, dan mereka mengikuti shalat yang beliau lakukan.” (HR. Imam Ahmad, dari jalur Imam az-Zuhri, dari Mahmud bin ar Rabi’, dari Utban bin Malik) []