Inilah pola pemikiran dan keilmuan hybrid, yang kemudian dituangkan dalam fisik sebuah buku. Yakni Durûsus-Sîrah an-Nabawiyah lil-Mubtadiîn(selanjutnya disebut, Sîrah Nabawiyah). Berawal dari bangunan ide pemikiran al-Habib Umar bin Hafidz, lalu prinsip estafetnya diteruskan oleh para muridnya namun tetap dibawah koordinasi dan pengawasan al-Habib Umar secara langsung. Sebenarnya ada beberapa buku al-Habib Umar yang bukan 100% tulisan beliau sendiri, akan tetapi merupakan hasil kolaborasi dengan penulis lain. Semisal buku ini, Maqâshidu Halaqâtit-Ta’lîm wa Wasâiluhâ—selanjutnya disebut Maqâshidul-Halaqât.

Buku Maqâshidul-Halaqât merupakan kolaborasi al-Habib Umar dengan para peserta Seminar Musim Panas (Daurah Shaifiyah) tahun 1995 atau hampir 30 tahun silam. Kala itu berada di Rubath al-Mushthafa di Provinsi Syihr, Hadramaut. Lembaga Dar al-Mushthafa (institusi milik al-Habib Umar) memang selalu menghelat acara daurah musiman dalam tiap tahunnya, bahkan masih bertahan hingga hari ini. Kini daurah musiman tersebut telah berkembang sangat pesat. Tidak hanya menarik minat pelajar lokal dari Hadramaut saja, tetapi juga kalangan akademisi dari Benua Asia, Benua Amerika, Benua Eropa dan belahan dunia lainnya.

Pada kalimat pengantar kitab Maqâshidul-Halaqât, al-Habib Umar bin Hafidz menyebutkan kronologi dan latarbelakang ditulisnya buku tersebut. Perhatikan bagaimana proses transfer ide pemikiran dan kerja ilmiah al-Habib Umar bersama murid-muridnya berikut:

“… di saat mayoritas para pakar agama dan syari’ah Islam sangat ingin melayani agama Allah, serta menebar kebaikan agama ini ditengah-tengah komunitas muslimin, namun mereka tidak memiliki pengetahuan tentang media-sarana untuk mewujudkan cita-cita dan tujuannya, mereka tidak mengetahui bagaimana cara memulai atau mengaplikasikannya. Maka aku ambil kesempatan demi mengumpulkan murid-murid senior dari berbagai wilayah seperti Hadramaut, Yaman dan lainnya. Titik lokasi di Rubath al-Mushthafa, institusi rintisan al-Arif Billah al-Habib Abdullah bin Abdurrahman bin Muhammad bin Syaikh Abubakar bin Salim.”

“Aku mengadakan seminar singkat di musim panas tahun itu (1416 H / 1995 M). Aku berkonsentrasi selama 2 kali sehari dalam sepekan, fokus melakukan riset metode-metode mengajar, meninjau tujuan-tujuan, demonstrasi media-sarana, dan lainnya. Pada akhirnya aku menyimpulkan 4 tujuan arus utama (Maqâshidul-Arba’ah), yang kemudian aku presentasikan dihadapan mereka inti-inti terpenting dari setiap maqâshid. Aku meminta mereka untuk melakukan kajian nalar dan riset tulisan, yang tentunya harus ada relevansi dengan 4 prinsip maqâshid tadi.”

“… singkat cerita—Aku kumpulkan hasil tulisan mereka, untuk kemudian aku beri catatan kaki, beberapa ulasan, dan sedikit seleksi. Ternyata mayoritas tulisan mereka bagus-bagus. Mereka menampilkan penjelasan-penjelasan dan ulasan-ulasan yang amat penting, bahkan hingga media-media ilmu untuk menuju kesitu. Dan (buku) inilah hasil kompilasi yang berhasil kami resume. Agar ia bisa menjadi identitas, daftar indeks, dan metode ilmu. Untuk menunjang metode pengajaran bagi para teman, para pecinta dan para penikmat kajian ilmu. Semoga Allah buat buku ini bermanfaat, menjadikan kerja amal kami penuh ikhlas, demi mengharap ridha Allah semata. Wa billâhi at-taufîq.” (lihat: Maqâshidu Halaqâtit-Ta’lîm wa Wasâiluhâ, halaman: 2-3)

Dapatkah Anda menganalisa proses kerja ilmiah di atas? Jika Anda memahami seluk-beluknya, berarti Anda telah paham sebagian dari pola pikir ilmiah seorang ulama besar, meski sejatinya itu hanya secuil dari fragmen kerangka pemikiran al-Habib Umar. Nah, buku yang alfaqirbedah kali ini insyaallahtidak jauh berbeda dengan proses hybrid-ilmiah penulisan buku Maqâshidul-Halaqât. Yakni karya dari al-Habib Umar lainnya, Durûsus-Sîrah an-Nabawiyah lil-Mubtadiîn, karena buku tipis ini juga lahir dari hasil kolaborasi al-Habib Umar sendiri dengan para staf Lajnah al-Manahij Dar al-Mushthafa, di Aidid (Tarim, Hadramaut).

Kitab yang lahir dari rahim persilangan (mix), antara ide ilmiah & riset ilmiah.

.

Judul: Durûsus-Sîrah an-Nabawiyah lil-Mubtadiîn
Penulis: al-Habib Umar bin Hafidz & Lajnah al-Manahij Darmus
Dimensi: 21 cm × 15 cm (A5)
Tebal: 30 Halaman
Kurikulum: Marhalah Idad

Penerbit: Ma’had Daar Ummahatil Mukminin (Jakarta, Indonesia)

.

Sesuai yang disepakati bersama, penulisan buku Sîrah Nabawiyah ini memakai format ‘Tanya-Jawab’ (Q&A) agar lebih mudah dipahami, karena objek audien-nya kalangan anak pemula yang belum mengenal sirah nabi dan harus mulai belajar dari nol. Pembahasan didalamnya memakai sistem tematis menjadi 6 level (mustawâ) saja, namun kesemuanya tidak lepas dari ide periodik 3 tahapan penting kehidupan Rasulullah. Pertama,periode sejak kelahiran hingga terutusnya Rasulullah. Kedua, periode sejak terutus hingga hijrahnya Rasulullah. Ketiga,periode sejak hijrah hingga wafatnya Rasulullah.

Pada kata pengantar bukunya, al-Habib Umar bin Hafidz mengatakan jika buku tersebut memang beliau tulis sendiri, namun hanya di bab pertama saja. Adapun format pada bab-bab selanjutnya dipasrahkan kepada guru-guru senior di Dar al-Mushthafa, namun tetap mengacu pada kaidah penulisan al-Habib Umar di awal bab tadi, yakni format ‘Tanya-Jawab’. Dan ending-nya, lahirlah buku Sîrah Nabawiyah setebal hanya 30 halaman.

Format penulisan dengan sistem Tanya-Jawab ini tentu sangat membantu, karena Anda tidak perlu lagi dipusingkan dengan penjelasan atau postulat tambahan dari penulisnya sendiri, yang sebagian dari kita kadang menganggapnya ‘tak terlalu penting’. Sehingga teks-teks yang dipresentasikan hanya seputar pertanyaan atau jawaban yang benar-benar ‘fokus’. Sampelnya seperti format Q&A dibawah ini:

Q: “Siapakah nama Nabi Muhammad?”

A: “Ialah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf.”

Q: “Kapan Nabi Muhammad dilahirkan?”

A: “Lahir pada hari Senin, bulan Rabi’ul Awal, tahun Gajah.”

Q: “Apa sebutan atau julukan penduduk Makkah untuk Nabi Muhammad?”

A: “Mereka menyebutnya, ‘Pribadi paling jujur dan dapat dipercaya’ (ash-Shâdiq al-Amîn).”

Sesimpel dan semudah itu! Jika Anda termasuk penikmat disiplin sejarah seperti alfaqir,Anda pasti merasakan perbedaannya. Tidak seperti disiplin ilmu fiqh atau ilmu hadis yang perlu komentar penjelas berjilid-jilid tebalnya, bidang sejarah tidak demikian adanya. Jikapun ada mungkin dalam bentuk resume (talkhish) ataupun abstrak (nubdzah), yang jelas berbeda haluan dengan pola uraian eksposisi (syarh).

Jika Anda merasa masih kurang puas dengan penjelasan buku Sîrah Nabawiyah al-Habib Umar ini, Anda bisa baca karya lainnya namun masih ‘satu pemikiran’. Yang agak tebal seperti Durûsus-Sîrah an-Nabawiyah, tulisan al-Habib Hadi bin Ahmad al-Haddar; atau yang lebih tebal lagi Târîkhul-Hawâdist wal-Ahwâl an-Nabawiyah, tulisan as-Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki.

Selebihnya silahkan Anda bikin list buku-buku tentang sirah nabi, tentunya sesuai dengan selera dan keinginan Anda sendiri. Namun tiga buku berkualitas yang alfaqirsebutkan tadi, insyaallahtelah amat sangat cukup untuk sekedar menghilangkan rasa dahaga kerinduan pada sosok Rasulullah Muhammad. []