
Salah satu di antara perintah Allâh kepada kita ialah agar mengikuti Nabi Muhammad dalam segala hal. Allâh berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allâh.” (QS. Al-Ahzâb [33]:21)
Untuk meneladani dan mengikuti Rasulullah, kita terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana sosoknya dalam kehidupan. Di sini kita akan sedikit saling mengingatkan tentang keagungan pribadi dan akhlak Muhammad Rasûlullâh.
Rasûlullâh adalah pribadi yang sangat agung dan menjunjung tinggi akhlak mulia. Akhlak Rasulullah memadukan antara totalitas pemenuhan hak-hak Allâh sebagai Tuhan (Rabb), dan penghargaan tertinggi kepada sesama manusia. Lalu bagaimanakah akhlak Rasûlullâh? Berikut di antaranya;
Pertama, Muhammad Rasûlullâh adalah hamba yang banyak sekali bersyukur kepada Allâh atas segala nikmat-Nya, dan sering bertaubat serta membaca istighfâr. Bahkan Rasûlullâh pernah shalat hingga kedua kakinya membengkak. Sayidah Aisyah sampai mengatakan:
يَا رَسُوْلَ اللهِ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ قَالَ: أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
“Wahai Rasûlullâh! Bukankah Allâh telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Rasûlullâh hanya menjawab: “Apakah aku tidak mau menjadi hamba yang banyak (pandai) bersyukur?!” (HR. Imam Bukhari)
Meski sangat pandai bersyukur atas segala limpahan nikmat-Nya, Rasûlullâh tetap banyak ber-istighfâr, memohon ampun kepada-Nya. Rasûlullâh bersabda:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
“Demi Allâh! Sesungguhnya aku beristigfar, memohon ampun kepada Allâh lebih dari 70 kali dalam sehari.” (HR. Imam Turmudzi)
Kedua,Rasûlullâh sangat takut terhadap murka Allâh. Jika sedang melihat gumpalan awan, terlihat di wajah Rasûlullâh isyarat seakan tidak suka. Sayidah Aisyah pernah menanyakan hal tersebut, “Wahai Rasûlullâh! Orang-orang pada umumnya senang melihat gumpalan awan karena berharap guyuran hujan, sementara engkau terlihat tidak suka?!” Rasûlullâh menjawab:
يَاعَائِشَةُ وَمَا يُؤْمِنُنِى أَنْ يَكُوْنَ فِيْهِ عَذَابٌ قَدْ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيْحِ
“Wahai Aisyah! Adakah yang memberi jaminan kepadaku, bahwa tidak ada azab dibalik awan itu? Karena ada juga kaum yang di azab Allah dengan angin (beliung).” (HR. Imam Abu Daud)
Ketiga,Rasûlullâh seorang yang sangat lembut dan tidak gegabah. Suatu ketika Rasûlullâh pernah berjumpa dengan seorang Badui (nomad), lalu orang itu menarik selendang yang dikenakan Rasûlullâh di pundak, sehingga meninggalkan bekas pada lehernya. Arab badui itu berkata, ”Wahai Muhammad, berilah aku sebagian dari harta yang Allâh berikan kepadamu!” Rasûlullâh tidak marah, ia hanya menoleh dan menyuruh kepada shahabat disebelahnya agar memberi sesuatu kepada orang itu. (Hadis Muttafaq Alaih)
Kisah lain datang dari Shahabat Anas bin Malik yang pernah tinggal dan menjadi pembantu Rasûlullâh selama 10 tahun. Shahabat Anas menceritakan, bahwa selama 10 tahun Rasûlullâh tidak pernah mengatakan “Uh” kepadanya. Rasûlullâh juga tidak pernah menyalahkannya terhadap apa yang dia lakukan, seraya mengatakan: “Kenapa engkau melakukan ini?” Atau terhadap apa yang tidak dia lakukan, dengan mengatakan: “Kenapa engkau tinggalkan ini?”
Keempat,Rasûlullâh tidak pernah memukul siapapun dengan tangannya sendiri, meskipun pada seorang pembantu, kecuali dalam kondisi jihâd fî sabîlillâh. Rasûlullâh juga tidak pernah melakukan aksi pembalasan terhadap semua perlakuan buruk yang Rasûlullâh alami, kecuali jika perlakukan buruk tersebut sudah masuk kategori pelanggaran terhadap larangan Allâh, maka saat itu juga Rasûlullâh akan melakukan pembalasan demi membela Allâh.
Kelima,Rasûlullâh manusia paling agung, paling mulia, paling luhur akhlaknya. Rasûlullâh tidak pernah melakukan perbuatan nista, tidak pernah mencela, dan bukan tipe orang yang suka melaknat. Betapa tinggi serta mulia akhlak Rasûlullâh, sehingga Allâh berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam [68]:04)
Jika Rasûlullâh diberi dua pilihan, maka ia akan memilih yang paling ringan dan paling mudah, selama pilihan tersebut tidak menyiratkan dosa. Jika mengandung dosa, maka Rasûlullâh akan menjadi orang yang paling menghindarinya.
Keenam,Rasûlullâh seorang yang sangat dermawan terutama pada bulan suci Ramadhan, kedermawanan Rasûlullâh mengalahkan angin yang berhembus. Jika ada yang meminta sesuatu kepadanya atas nama Islam, untuk memotivasi orang itu agar masuk Islam, maka pasti Rasûlullâh akan berikan meski nominalnya besar sekalipun. Perhatikanlah ketika Rasûlullâh memberikan harta rampasan perang (ghanimah) kepada seorang Arab badui yang meminta kepadanya. Rasûlullâh langsung memberinya ghanimah yang sangat banyak, karena berharap orang ini dan pengikutnya mendapatkan kebaikan. Setelah menerima ghanimah yang amat mahal, dia pulang kemudian berseru pada kaumnya:
يَاقَوْمِ أَسْلِمُوْا، فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءَ مَنْ لاَ يَخْشَى الْفَاقَةَ
“Wahai kaumku, masuklah kalian ke agama Islam, karena Muhammad memberikan harta selayaknya orang yang tidak takut miskin.” (HR. Imam Muslim)
Ketujuh,akhlak mulia berikutnya Rasûlullâh merupakan sosok yang sangat menghindari duniawi (zuhud), padahal Rasûlullâh adalah utusan Allâh. Jika Rasûlullâh menginginkan harta dunia, pasti dengan mudah didapatkannya, namun kenyataan membuktikan tidak demikian. Ketika Rasûlullâh diberi pilihan antara hidup royal di dunia ataukah menemui Rabb-nya (wafat), ia ternyata lebih memilih menemui Rabb-nya.
Rasûlullâh bahkan pernah menahan lapar selama berhari-hari, lantaran tidak memiliki makanan yang digunakan untuk mengganjal perut. Rasûlullâh meninggalkan dunia fana ini tanpa mewariskan emas-perak maupun binatang ternak. Rasûlullâh hanya meninggalkan senjata dan baju besi yang digadaikannya kepada seorang Yahudi, demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Kedelapan,sebagai sosok seorang pemimpin, Rasûlullâh sangat perhatian dengan umatnya. Kadang suka jalan berkeliling, demi melihat dari dekat kondisi para janda dan orang miskin. Rasûlullâh penuhi panggilan atau undangan mereka, dan jika mampu Rasûlullâh yang memenuhi biaya kebutuhan mereka. Rasûlullâh juga sosok yang tidak kaku dan kadang suka bercanda, tetapi tidak pernah berdusta ketika bercanda. Pernah ada yang mengatakan kepadanya:
يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا، قَالَ: إِنِّي لاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا
“Wahai Rasûlullâh, sesungguhnya engkau sedang mencandai kami,” Rasûlullâh kemudian bersabda: “Sesungguhnya aku tidak mengucap apapun kecuali kebenaran.” (HR. Imam al-Haitsami)
Suatu hari, seorang nenek datang kepada Nabi Muhammad dan berkata: “Wahai Rasûlullâh, berdoalah kepada Allah agar berkenan memasukan aku kedalam surga!”
Maka Nabi Muhammad berkata, “Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek-nenek.”
Mendengar jawaban itu, wanita tersebut pergi sambil menangis. Rasûlullâh lalu bersabda:
أَخْبِرُوهَا أَنَّهَا لَا تَدْخُلُهَا وَهِيَ عَجُوزٌ، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: {إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً، فَجَعَلْنَاهنَّ أَبْكَارًا، عُرُبًا أَتْرَابًا}
“Beritahukanlah kepadanya, bahwa surga tidak pernah dimasuki seorang yang telah tua, sebab Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) secara langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.’ (QS. Al-Waqi’ah [56]:35-37).” (HR. Imam Turmudzi)
Dengan prinsip-prinsip mulia serta karakter-karakter yang indah tadi, Rasûlullâh sudah selayaknya disebut sebagai ‘manusia langit yang turun ke bumi’, sebab tidak semua manusia normal mampu melakukan yang demikian. Seorang pepatah Arab pernah menyitir kata:
مُحَمَّدٌ بَشَرٌ وَلَيْسَ كَالْبَشَرِ، بَلْ هُوَ كَالْيَاقُوْتِ بَيْنَ الْحَجَرِ
“Nabi Muhammad memanglah manusia, tetapi tak seperti manusia pada umumnya; bahkan dia layaknya intan permata, di antara bebatuan yang menyembunyikannya.”