Abu Jahl pernah berjalan, kemudian ia melihat Rasulullah berada di Masjidil Haram. Rasulullah sedang duduk pasca malam harinya mengalami perjalanan (Isra’) ke Masjidil Aqsha, dan dinaikkan (Mi’raj) ke langit.

Abu Jahl bertanya sambil mengejek: “Apakah ada kabar baru?”

Rasulullah menjawab: “Iya (ada).”

“Apakah isinya?”

“Semalam aku mengalami perjalanan (isra’) ke Baitul Maqdis.”

“Ke Baitul Maqdis?”

“Iya (benar).”

Abu Jahl berkata: “Jika aku memanggil para pengikutmu kesini agar engkau mengabarkan ceritamu, apakah engkau akan mengabarkan mereka seperti yang engkau kabarkan kepadaku tadi?”

Rasulullah menjawab: “Iya.”

Kemudian Abu Jahl mengundang kerumunan Quraisy, agar mereka ikut mendengarkan kabar tadi dari Rasulullah. Sedangkan Rasulullah mengundang kaumnya (Muslimin), agar mereka juga mendengarkan kabar yang akan diumumkan Rasulullah serta ikut menyebarkannya.

Abu Jahl berkata: “Kemarilah, wahai sekalian Bani Quraisy.”

Maka berkumpullah mereka semua mengelilingi Rasulullah dan membentuk satu majlis.

Abu Jahl: “Sekarang kabarkan pada mereka tentang apa yang engkau kabarkan kepadaku tadi.”

Rasulullah kemudian berkisah kepada mereka yang hadir, tentang peristiwa yang beliau alami. Bahwa semalam beliau mengunjungi Baitul Maqdis dan melakukan shalat disana.

Semua orang yang hadir disitu bertepuk tangan serta bersiul (tanda meremehkan). Tidak mempercayai Rasulullah, bahkan menganggap mustahil kabar yang dibawa beliau. Akhirnya makin menyebarlah cerita Rasulullah tersebut, dan menjadi pembicaraan banyak orang.

Imam Ibnu Ishaq menyebutkan, bahwa Imam Hasan al-Bashri meriwayatkan, beberapa orang kemudian mendatangi Abu Bakar dan berkata: “Bagaimanakah menurutmu tentang temanmu itu (Rasulullah), wahai Abu Bakar? Ia mengira dirinya semalam telah mengunjungi Baitul Maqdis dan sempat shalat disana. Kemudian kembali lagi ke Makkah.”

Abu Bakar berkata kepada mereka: “Kalian pasti sedang memfitnah dia (Rasulullah).”

“Benar (kami tidak bohong). Itu dia berada di masjid, sedang bercerita kepada orang-orang.”

Abu Bakar menimpali: “Demi Allah, jika ia memang berkata demikian, maka dia pasti berkata jujur. Lalu apakah yang membuat kalian mendustainya? Demi Allah, dia bahkan mengabarkan kepadaku telah mendapat kabar (wahyu) dari langit siang hari serta malam hari, dan aku membenarkannya. Itu bahkan jauh lebih menakjubkan dari pada kabar yang kalian dengar itu.”

Abu Bakar kemudian menghampiri Rasulullah hingga berada didepannya.

Abu Bakar berkata: “Wahai Nabiyullah. Apakah benar engkau menceritakan kepada mereka, bahwa engkau mengunjungi Baitul Maqdis tadi malam?”

Rasulullah menjawab: “Iya (benar).”

“Wahai Nabiyullah, jelaskanlah kepadaku jika engkau benar-benar berkunjung kesana.”

Rasulullah menjelaskannya kepada Abu Bakar (secara detail).

Tiap kali Rasulullah menjelaskan satu frame (tentang Baitul Maqdis), Abu Bakar selalu berkata: “Engkau benar. Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Hingga Rasulullah selesai bercerita.

Rasulullah pun bersabda: “Dan engkau, wahai Abu Bakar, adalah pribadi yang sangat jujur.”

Maka sejak saat itulah Sayidina Abu Bakar disebut sebagai “ash-Shiddiq”. [1]


[1] Sirah an-Nabawiyah li-Ibnu Hisyam, II/40; al-Mustadrak li-Imam al-Hakim, III/62; al-Bad’u wat-Tarikh, IV/163; al-Isti’ab, III/966; al-Kamil li-Ibnul Atsir, II/56; Usdul-Ghabah, III/206; Sirah an-Nabawiyah li-Ibnu Katsir, II/103.