
‘Filsafat’ disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science), sebab filsafat seakan-akan mampu menjawab pertanyaan tentang segala sesuatu atau segala hal, baik yang berhubungan dengan alam semesta, maupun manusia dengan segala problematika dan kehidupannya.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philo dan sophia. Philo berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Sedang menurut istilah, filsafat diartikan sebagai upaya manusia untuk memahami secara radikal dan integral serta sistematik mengenai Tuhan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya, tentu sejauh yang dapat dicapai akal manusia; serta bagaimana sikap manusia itu seharusnya, setelah mencapai pengetahuan tersebut.
Menurut Al-Farabi dalam kitabnya Tahshîlus-Sa’âdah, filsafat berasal dari Keldania (Babilonia), kemudian berpindah ke Mesir, lalu menyebar ke Yunani, Suryani dan akhirnya sampai ke Arab. Filsafat pindah ke negeri Arab setelah datangnya Islam. Karena itu filsafat yang pindah ke negeri Arab ini dinamakan filsafat Islam.
Dalam perspektif Islam, filsafat merupakan upaya untuk menjelaskan cara Allah menyampaikan kebenaran atau yang haq, dengan bahasa pemikiran yang rasional. Ibnu Sina (980-1037M) juga mengatakan, bahwa filsafat adalah menyempurnakan jiwa manusia melalui konseptualisasi hal ihwal dan penimbangan kebenaran teoretis dan praktis dalam batas-batas kemampuan manusia.
Filsafat bukanlah hal yang dilarang dalam al-Quran, bahkan al-Quran menganjurkan untuk berfilsafat, sebagamana dalam Surah ar-Rum [30]: 8; al-Baqarah [02]: 164; dan al-Hasyr [59]: 2. Dan terdapat pula ilmu filsafat yang dilarang dalam Islam, seperti filsafat yang menyebabkan pengingkaran terhadap Rabb, Malaikat, Rasul, Kitab, dan hari akhir (kiamat).
Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq al-Kindi, dia adalah penggerak tradisi filsafat sehingga dikenal sebagai bapak filsafat Islam. Al-Kindi lahir di Kufah pada sekitar tahun 801 Masehi. Ia lahir dari suku Arab di Kinda, yang berperan penting dalam awal sejarah Islam. Ayahnya, Ishaq, merupakan Gubernur Kufah, yang membimbingnya sejak pendidikan pertamanya di Kufah.
Dari Kufah, al-Kindi kemudian melanjutkan studinya di Baghdad, di bawah naungan Khalifah Abbasiyah, Al-Ma’mun (813-833) dan Al-Mu’tasim (833-842). Berkat bakatnya yang menonjol saat belajar di Baghdad, al-Kindi dipekerjakan oleh Al-Ma’mun di Bait al-Hikmah (House of Wisdom), yaitu pusat penerjemahan teks-teks filosofis dan ilmiah, dari bahasa Yunani ke bahasa Arab.
Dalam buku Warisan Intelektual Islam menyebut al-Kindi sebagai sosok yang mula-mula berhasil menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum muslimin pada masa itu. Keberhasilan itu tidak lepas dari kemampuan al-Kindi dalam menguasai bahasa Yunani. Kemampuan itu juga yang membuatnya dengan mudah menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab.
Kualitas terjemahan al-Kindi dianggap berhasil memperbaiki terjemahan para pendahulunya. Seperti terjemahan Ibn Na’ima al-Himshi—seorang penerjemah Kristen—atas buku Enneads karya Plotinus (204-270 M). Buku Enneads inilah yang dikalangan pemikir Arab kemudian disalahpahami sebagai buku Theologi karya Aristoteles (348-322 SM).
Pemikiran al-Kindi dibuat untuk menopang ajaran inti Islam, yaitu Tauhid. Berbeda dengan para pendahulunya, pemikirannya tentang Tauhid itu dia lakukan dengan argumentasi filsafat.Karya masterpiece al-Kindi adalah On First Philosophy. Karyanya itu mengulas tentang filsafat pertama atau metafisika, sebuah studi tentang Ketuhanan. Bagi al-Kindi, Tuhan bukanlah genus atau species. Tuhan adalah Sang Pencipta. Tuhan adalah Yang Maha Benar lagi Maha Awal (al-Haq al-Awwal), Yang Maha Benar lagi Maha Tunggal (al-Haq al-Wahid).
Ada beberapa nama populer di antara filsuf Muslim ternama dari zaman Keemasan Islam. Di antara mereka ialah al-Farabi (872-951 Masehi), al-Ghazali (1058-1111 Masehi), Ibnu Rusyd (1126-1198 Masehi), Ibnu Arabi (1165-1240 Masehi), dan Ibnu Khaldun (1332-1406 Masehi).
Dengan mempelajari filsafat, seseorang akan semakin mandiri secara intelektual. Misalnya, melatih diri sendiri untuk berpikir kritis, khususnya dalam ranah keilmuan. Sehingga tidak mudah percaya pendapat orang lain, namun berupaya juga merenungkan dan mengkritisi setiap pendapat atau teori yang diterima. Serta berfungsi untuk mengarahkan dan memberikan landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan radikal terhadap berbagai masalah yang dapat dioperasikan dalam bidang pendidikan, yang tidak lain menggunakan acuan al-Quran.
Dan tujuan khusus dari filsafat adalah mencipta atau menjadikan manusia berilmu, yang selalu giat mencari kenyataan dan kebenaran dari semua masalah pokok keilmuan. Kedudukan filsafat sebagai induk segala pengetahuan (queen of knowledge) sangat penting sebagai landasan keilmuan. Filsafat Islam jika dibandingkan dengan filsafat umum lainnya, telah mempunyai ciri tersendiri sekalipun objeknya sama. Hal ini karena filsafat Islam itu tunduk dan terikat oleh norma-norma Islam. Filsafat Islam berpedoman pada ajaran Islam.
Dari uraian tadi dapat disimpulkan, bahwa filsafat Islam merupakan hasil pemikiran manusia secara presisi, sistematis dan universal tentang hakikat Tuhan, alam semesta dan manusia, berdasarkan ajaran Islam yang benar. Penjelasan terakhir inilah yang membedakan prinsip Filsafat Islam dengan Filsafat Barat yang ateis dan buta Tuhan.