Sifat ma’nawiyah yang tujuh ini adalah ketetapan dari tujuh sifat ma’ânî, dengan arti, ketika Allah wajib bersifat kodrat (kuasa) maka berarti Allah adalah Qâdiran (Dzat Maha Kuasa). Hal tersebut juga berlaku pada sifat-sifat ma’nawiyah yang lainnya sebagai konsekuensi bersifatan dengan sifat-sifat ma’ânî. Adapun perincian sifat-sifat ma’nawiyah sebagai berikut:

Pertama, Qâdiran

Allah wajib bersifat Qâdiran, yaitu Dzat yang Maha Kuasa. Sebab jika Allah tidak bersifat Qâdiran, otomatis Allah akan bersifat ‘âjizan (Dzat yang lemah), hal tersebut jelas mustahil bagi Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al- Baqarah [02]:284)

Kedua, Murîdan

Allah wajib bersifat ‘Murîdan, yaitu Dzat yang Maha Berkehendak. Sebab jika Allah tidak bersifat Murîdan, otomatis Allah bersifat mukrahan (terpaksa), hal tersebut jelas mustahil bagi Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

 رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيْدُ إِنَّ

“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Melaksanakan apa yang Dia kehendaki.” (QS. Hud [11]:107)

Ketiga, ‘Aliman

Allah wajib bersifat ‘Aliman, yaitu Dzat yang Maha Mengetahui. Sebab jika Allah tidak besifat ‘Aliman, otomatis Allah bersifatan jahilan (bodoh), hal tersebut adalah mustahil bagi Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

“Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al- Baqarah [2]:282)

Keempat, Hayyan

Allah Wajib bersifat Hayyan, yaitu Dzat yang Maha Hidup. Sebab jika Allah tidak bersifat Hayyan, otomatis Allah bersifatan mayyitan (mati), dan hal tersebut adalah mustahil bagi Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ

“Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk- Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]:255)

Kelima, Bashîran

Allah wajib bersifat Bashiran, yaitu Dzat yang Maha Melihat. Sebab jika Allah tidak bersifat Bashiran, otomatis Allah bersifat a’mâ (buta), buta adalah sifat mustahil bagi Allah. Allah berfirman dalam surah al-Isra’:

اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Israā’ [17]: 1)

Keenam, Samî’an

Allah wajib bersifat Sami’an, yaitu Dzat yang Maha Mendengar. Sebab jika Allah tidak bersifat Sami’an, otomatis Allah bersifat asham (tuli), tuli adalah sifat yang jelas mustahil bagi Allah. Allah berfirman:

وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيْعًا ۢ بَصِيْرًا

“Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An- Nisā’ [4]: 134)

Ketujuh, Mutakalliman

Allah wajib bersifat Mutakalliman, yaitu Dzat yang Maha Berbicara. Sebab jika Allah tidak bersifatan dengan sifat Mutakalliman, otomatis Allah bersifatan abkam (bisu), dan bisu adalah sifat yang jelas mustahil bagi Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَكَلَّمَ اللّٰهُ مُوْسٰى تَكْلِيْمًا

“Allah telah benar-benar berbicara kepada Musa (secara langsung).” (QS. An-Nisa’ [4]: 164)

Sekian sekelumit pembahasan tentang tujuh sifat Ma’nawiyah. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi sahabat sekalian.

sumber :  #AnnajahCenterSidogiri