Sesaat setelah Rasulullah sampai ke Madinah, unta yang beliau naiki berhenti di tanah kosong (marbad) milik dua orang anak yatim dari Bani Najjar. Rasulullah kemudian membeli tanah tersebut, serta membangun Masjid Nabawi yang mulia di atasnya. Rasulullah sendiri tinggal di rumah milik Abu Ayyub, sampai proses pembangunan masjid dan kediaman rampung, baru beliau pindah menempati rumah beliau.

Kata Abu Ayyub, ketika Rasulullah sampai di rumahku, beliau menempati lantai bawah, sedangkan saya dan Ummu Ayyub berada di lantai atas.

Abu Ayyub berkata: “Wahai Nabiyullah, demi ayah dan ibuku (sebagai tebusan atasmu), aku tidak mau jadi yang lebih tinggi karena tinggal di lantai atas, sedangkan engkau tinggal di bawahku. Bagaimakah jika engkau tinggal di atas, dan kami akan turun untuk tinggal di lantai bawah?”

Rasulullah menjawab: “Wahai Abu Ayyub, jika aku hendak menemui tamu atau ada orang yang membutuhkanku, lebih baik aku tinggal di lantai bawah saja.”

Maka jadilah Rasulullah tetap tinggal di lantai bawah, sedang kami berada di bangunan lantai atas.

Suatu saat, tempat berisi air kami pecah. Kami pun mengambil kain beludru, satu-satunya selimut yang kami miliki. Kami lalu mengelap rembesan air itu dengan kain tadi. Khawatir ada air yang menetes pada Rasulullah (yang tinggal di bawah), sehingga beliau merasa terganggu.

Kami kemudian menyiapkan makan malam (‘asya), untuk dihaturkan kepada Rasulullah. Ketika beliau mengembalikan sisa makanannya kepada kami, aku dan istriku bertayammum (membasuh wajah dan tangan) dari bekas air basuhan Rasulullah. Kami makan juga sisa makanan beliau, berharap akan keberkahan Rasulullah.[1]


[1] Sirah Ibnu Hisyam, II/144; ath-Thabaqat, III/49-50; Mukhtashar Shahih Bukhari, II/117; Tarikh ath-Thabari, III/1259; al-Isti’ab, II/424-425; al-Mustadrak li Imam Hakim, III/461; ar-Raudh al-Unuf, II/14; Usdul-Ghabah, II/88-89; al-Kamil, II/109; Shifatush-Shafwah, I/186; Sirah Ibnu Katsir, II/277; Imta’ul-Asma’, I/47; Bahjatul-Mahafil, I/155; Wafaul-Wafa, II/185-186; at-Tuhfah al-Lathifah fi Tarikh Madinah asy-Syarifah li Imam as-Sakhawi, II/8.