
Abdullah bin Jahsy—beliau merupakan putra dari bibi Rasulullah—berkata.
Rasulullah pernah memanggilku selepas Shalat Isya’. Beliau bersabda: “Datanglah kepadaku esok subuh dan bawa serta senjatamu, sebab aku akan mengutusmu ke suatu tempat.”
Ketika telah subuh, aku menepati janji menemui Rasulullah, lengkap dengan pedang, busur, tempat panah, dan tameng milikku.
Rasulullah waktu itu Shalat Subuh bersama kaum muslimin, kemudian pulang. Beliau mendapatiku berdiri didepan pintu rumah. Aku juga melihat beberapa orang Shahabat Muhajirin. Rasulullah memanggil Ubay bin Ka’ab. Setelah ia tiba, Rasulullah menyuruhnya menulis surat. Beliau kemudian memanggilku, dan memberikan lembaran tadi yang terbuat dari kulit Khaulani.
Rasulullah bersabda: “Aku mengangkatmu untuk memimpin mereka. Berangkatlah, jika engkau telah mencapai jarak perjalanan dua malam, bukalah suratku dan lakukan instruksi yang tertulis didalamnya.”
Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, tepatnya di wilayah mana (aku harus berangkat)?”
Rasulullah menjawab: “Telusuri jalur Najd.”
Abdullah bin Jahsy pun berangkat, Bersama delapan orang Shahabat Muhajirin. Ketika telah mencapai perjalanan dua malam, ia membuka surat Rasulullah. Ternyata disitu tertulis begini,
“Jika engkau membaca suratku ini, teruslah berjalan hingga mencapai Bathni-Nakhl—satu daerah antara Makkah dan Thaif. Awasi Quraisy yang ada disana, dan carilah informasi tentang berita mereka. Jangan pernah memaksa seorangpun dari teman-teman yang bersamamu selama diperjalanan.”
Setelah selesai membaca surat tersebut, Abdullah bin Jahsy berucap: “Kami mendengarkan dan menaatinya.”
***
Abdullah bin Jahsy berkata kepada para sahabatnya: “Rasulullah menyuruh kita untuk berhenti di Nakhlah. Mengintai Qurasy yang berada disana, dan menyampaikan kabar baik kepada Rasulullah. aku juga dilarang untuk memaksa seorang pun dari kalian. Jika diantara kalian menginginkan syahid (wafat), maka berangkatlah. Tetapi jika ada yang tidak ingin syahid, maka kembalilah (pulang ke Madinah). Sedangkan aku akan meneruskan perjalanan, tersebab perintah Rasulullah!”
Mereka semua menjawab: “Kami akan selalu mendengar dan menaati Allah, Rasulullah, dan engkau juga!”
Abdullah senang atas berkah yang dilimpahkan Allah itu. Maka berangkatlah mereka menuju Bathni Nakhlah, dan tidak ada satupun yang membelot.
Di hari Ahad, Abdullah bin Jahsy tiba di Madinah, berucap salam kepada Rasulullah sambil berkata: “Wahai Rasulullah, mereka telah melakukan tugas dengan baik, sebagaimana yang engkau lihat. Aku sempat memanjatkan doa kepada Allah.”
Dalam doa itu, aku berkata: “Ya Allah, aku bersumpah atas namamu, agar esok mempertemukan aku dengan pihak musuh. Lalu mereka berhasil membunuhku, memberdirikan mayatku, dan membedah perutku. Sehingga aku kelak menemui Allah sebagai syahid dalam kondisi seperti itu.”
Jika ditanyakan: “Apa yang mereka perbuat kepadamu?” Aku akan menjawab: “Demi membela (agama) engkau.”
Aku juga meminta hal lain darimu, wahai Rasulullah, agar mengurusi harta warisan sepeninggalku.
Rasulullah bersabda: “Baiklah.”
Suatu saat Abdullah bin Jahsy keluar berperang, sehingga terbunuh (syahid) dan dibedah perutnya. Rasulullah memakamkannya bersama pemimpin syuhada, Sayidina Hamzah bin Abdul Muththalib, dalam satu lubang makam. Sayidina Hamzah sendiri adalah paman Abdullah dari pihak ibu (khalah).[1]
[1] Sirah Ibnu Hisyam, II/252-253; ath-Thabaqat, II/5 & III/63; Tarikh ath-Thabari, III/1278; Hulyatul-Auliya’, I/109; al-Isti’ab, III/878-879; Shifatush-Shafwah, I/150-151; Usdul-Ghabah, III/131; al-Kamil, II/113; Sirah Ibnu Katsir, II/366; al-Ishabah, IV/46; Imta’ul-Asma’, I/55-56 & 155; al-Khashaish al-Kubra li Imam as-Suyuthi, I/540; Bahjatul-Mahafil, I/179.