Fa’aalun limaa yurid, ” Berbuat apapun sesuai kehendaknya”, begitulah Allah menyebut diri-Nya dalam Al-Quran. Dan memang begitulah seharusnya Tuhan.

Sering kali anugerah besar-Nya diberikan kepada siapapun, dimanapun, kapanpun, dalam keadaan apapun seakan menjadi natijah yang tanpa muqaddimah.

Hari itu, mungkin tidak ada yang menduga bahwa “tangisan kecil” dari bocah kecil itu akan menggiringnya untuk mendapatkan anugerah terbesar dalam hidupnya, bahwa tangisan sedihnya adalah awal dari kisah paling membahagiakan yang pernah dialaminya.

“Imam Al-arifin wa safir Al-Shalihin” Syekh Abdul Halim Mahmoud, Grand Syekh al-Azhar yg telah mengembalikan haibah dan meniupkan kembali ruh kehidupan kepada Al-Azhar pernah bercerita, bahwa di hari itu seorang anak kecil dari keluarga miskin di Tunisia dengan semangat membara mendatangi seorang syekh terkenal agar diizinkan dan diterima bergabung dengan halaqah (kelas belajar mengaji quran) yang diasuhnya.

Tapi siapa sangka, ternyata syekh sudah merasa kecapean dan tidak ingin menerima tambahan murid lagi.

Hingga akhirnya, dengan tujuan menolak, syekh meminta bocah sabelas tahun ini membayar uang dua dirham, syarat yang tentunya sulit dipenuhi seorang anak miskin dari pinggiran kota.

Dengan perasaan sedih dan penuh kecewa si bocah pun berpaling pergi, sambil meneteskan air mata karena ‘cinta’ dan ‘cita-citanya’ kandas hanya karena uang dua dirham. Cintanya terhadap Al-Quran dan cita-citanya untuk menjadi “Ahlillah” ahlil quran.

Sampai akhirnya, si bocah beristirahat dan berteduh dibawah pohon, dia pun tertidur setelah merasa cukup lelah berjalan.

Tapi siapa sangka, ternyata dalam tidurnya Rasulullah mendatanginya untuk memberikan pertolongan padanya.Tangisan cintanya terlalu berharga untuk disia-siakan, cita-citanya terlalu mulia untuk kandas ditengah jalan.

Nabi berkata, “Katakan pada syekh, bahwa aku–Nabi–memerintahkannya untuk menerimamu sebagai murid”. Lalu dengan polosnya bocah ini menjawab, “Ya Rasulullah, bagaimana mungkin syekh bisa percaya kalau aku benar-benar telah bertemu denganmu?”. Nabi pun berkata,” katakan padanya :

“زُمَراً زُمَراً`

zumaran zumara” (yang berarti berjamaah atau berkelompok).

Dengan penuh percaya diri bocah inipun menemui syekh dan berkata, ” Ya syekh, Rasulullah memerintahkanmu untuk menerimaku sebagai murid, dan beliau berpesan

“زُمَرًا زُمرا“

Sekonyong-konyong syekh tersedu-sedu mencucurkan air mata, meraih kedua tangan bocah lalu mendekap tubuh kurusnya, dan memepersilahkannya untuk duduk.

Tapi bocah ini terus menolak dan enggan untuk duduk, dia masih merasa penasaran dengan perubahan sikap syekh yang drastis dan terasa aneh.

Hingga akhirnya syekh berkata, ” Nak, ketahuilah, bahwa dulu aku pernah bermimpi bertemu baginda nabi. Dengan dipenuhi rasa ta’dhim terhadap nabi dan persaan malu akhirnya aku memberanikan diri dan bertanya kepada beliau, “Ya Rasulullah, bagaimana nasib Ahlil quran nanti di hari qiyamat?”.

Beliaupun menjawab, ” يدخلون ًالجنة زُمَراً زُمرا”

“Mereka akan masuk surga secara berjamaah dan berkelompok-kelompok”.

Maka ketika aku mendengarmu menyebutkan kata itu (ًزُمَرا زمرا) aku tahu kau telah benar- benar bertemu dengan baginda nabi, karena tak seorangpun yang tau perihal ini.

Cerita yang seolah menjadi angin segar bagi kita, bahwa seburuk apapun dan se-‘tidak pantas’ apapun kita untuk menemui dan menghadap sosok mulia ini, jangan putus asa karena kehendak absolut dan kebesaran anugerah-Nya berada diatas segalanya.

Diambil dari laman : Ahmad Khoiron Hasan Hanafi