Syiah merupakan salah satu kelompok sesat dalam Islam. Dalam segala aspek kehidupan, mereka menjadikan para imam sebagai rujukan utama, baik dalam ranah keagamaan sosial dan kenegaraan. Apa yang keluar dari lisan para imam adalah ketetapan hukum yang harus menjadi acuan dalam segala hal. Bagi mereka, kedudukan para imam sama dengan para nabi dan rasul. Bahkan, ada yang mengatakan, lebih tinggi daripada rasul.

Karena kedudukan mereka sama dengan para nabi, maka para imam juga terjaga dari kesalahan dan dosa-dosa (maksum). Perkataan mereka sama dengan perkataan para nabi (menjadi dalil yang bersumber dari wahyu). Setelah para imam tidak lagi eksis −atau dalam versi mereka adalah masa penantian munculnya al-Mahdi al-Muntazhar− maka posisi itu diganti oleh para mujtahid Syiah, yaitu tokoh yang dianggap memiliki kecakapan dalam bidang keilmuan dan keagamaan serta memiliki kapasitas yang tinggi. Kesimpulannya, apa yang dikatakan dan dilakukan oleh para mujtahid adalah kebenaran mutlak yang harus kita benarkan dan kita aplikasikan dalam bersosial dan beragama, meskipun itu bertentangan dengan nash-nash Al-Qur’an dan hadis.

Khulafaur-Rasyidun dalam Pandangan Syiah

Dalam akidah Syiah, terdapat keyakinan bahwa mereka terbebas diri dari orang yang memerangi Ali bin Abi Thalib. Seperti teks di dalam buku mereka di bawah ini: “Di antara pokok ajaran agama Imamiyah adalah halalnya nikah mutah, haji tamattu’, dan berlepas diri dari tiga orang, yaitu Muawiyah, Yazid bin Muawiyah, dan orang yang memerangi Amirul-Mukminin (Ali).” Tercantum dalam keterangan footnote: yang dimaksud dengan tiga adalah Abu Bakar, Umar, dan Usman.

Dalam keyakinan mereka, Abu Bakar dan Umar telah kafir. Keduanya, kata mereka, meninggal dalam keadaan kafir dan musyrik kepada Allah. Demikian juga orang yang mencintai mereka. Barangsiapa mengikuti Ahlusunah, maka mereka adalah makhluk Allah yang paling buruk di muka bumi, dan iman seseorang tidak akan sempurna hingga dia berlepas diri dari mereka. Menurut Syiah, sebagian sahabat layak dilaknat, terkhusus Abu Bakar dan Umar seperti dalam buku doa mereka:

“Ya Allah laknatilah dua patung Quraisy, dua thaghut dan jibtnya; dua pendusta dan pembohongnya; dan kedua anak perempuannya (Aisyah dan Hafsah), karena mereka telah mengingkari perintah-Mu, mendustakan wahyu-Mu, tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Mu, bermaksiat kepada utusan-Mu, memutar balik agama-Mu, merubah kitab-Mu, mencintai musuh-musuh-Mu, mengingkari nikmat-nikmat-Mu, meninggalkan hukum-hukum-Mu, membatalkan dan melalaikan kewajiban-kewajiban-Mu, mengkufuri ayat-ayat-Mu, memusuhi kekasih-Mu, berwala’ dan berloyalitas kepada musuh-Mu, memerangi negeri-negeri-Mu, dan membinasakan hamba-hamba-Mu…”

Menurut mereka, doa di atas termasuk zikir yang sangat berpahala; jika dibaca saat sujud syukur, maka pahalanya sama seperti pahala para pemanah yang menyertai Nabi pada saat perang Badar, Uhud dan Hunain dengan satu juta anak panah.

Tanggapan Ahlusunah

Para sahabat Nabi Muhammad merupakan generasi yang banyak dipuji, baik dalam Al-Qur’an maupun hadis. Dalam Al-Qur’an dijelaskan:

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ (التوبة [٩]: ٩)

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah [9]: 9)

Di dalam kitab Shahîhul-Bukhârî tercantum hadis berikut:

ُلَا تَسَبُّوْا أصْحابِي فَلَوْ أَنَّ أحَدَكُمْ أنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَباً مَا بَلَغَ مُدَّ أحَدِهِمْ ولا نَصِيْفَه (رواه البخاري)

“Janganlah kalian cela para sahabatku, karena seandainya salah seorang dari kalian berinfak dengan emas sebesar gunung Uhud, niscaya hal itu tidak akan bisa menandingi satu mud pun dari mereka atau setengahnya.” (HR. Imam Bukhari).

Para sahabat rela mengorbankan segala harta dan jiwa mereka demi tersebarnya agama Islam. Merekalah yang menyertai Nabi di setiap peperangan yang beliau lalui. Merekalah yang menjaga Nabi, di saat beliau mendapatkan berbagai cobaan dari kafir Qurais. Maka, sudah sepantasnya, jika mereka mendapatkan banyak pujian dan janji akan surga dari Allah. Akan tetapi, orang-orang Syiah justru mengkafirkan mayoritas dari mereka, khususnya Abu Bakar, Usman, dan Ali. Maka aneh, jika sahabat Nabi Muhammad yang berjumlah sekitar 124.000 orang, baik dari sahabat Muhajirin dan Anshar, dikafirkan semua oleh Syiah. Hanya tiga orang saja yang tidak dikafirkan, yakni Miqdad bin Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.

Kiranya, pemaparan yang telah kami kemukakan, cukup untuk mementahkan tuduhan-tuduhan miring dari Syiah terhadap Khulafaur-Rasyidun. Jadi, sebagai Ahlusunah, kita harus senantiasa menghormati para sahabat Nabi. Bagaimanapun, mereka adalah orang-orang mulia. Mereka adalah kelompok orang yang disabdakan Nabi, “Ashhâbî kan-nujûm bi ayyihim iqtadaytum ihtadaytum”. Meskipun di antara mereka terjadi beberapa konflik, kita tetap harus meyakini bahwa hal itu merupakan hasil ijtihad dari masing-masing kubu, yang bagaimanapun hasilnya, akan tetap bernilai pahala di sisi Allah. Wallâhu a‘lam.

Hasani Dahlan | Annajahsidogiri.id