
Pada tanggal 3 hingga 6 September 2024, Indonesia akan dikunjungi oleh Pemimpin tertinggi Gereja Katolik, yakni Paus Fransiskus. Kehadiran Pope Francis di Indonesia diharapkan bisa meningkatkan toleransi antar umat beragama serta membawa pesan perdamaian di Indonesia.
Nama asli Paus Fransiskus adalah Jorge Mario Bergoglio, dan ia merupakan Paus pertama yang berasal dari benua Amerika. Nama Fransiskus dipilihnya sebagai bentuk penghormatan kepada Santo Fransiskus Assisi (w. 1226 M). (Fransiskus Sulaiman Otor, “Membangun Kembali Dialog Keagamaan: Tela’ah Deskriptif Singkat atas Ensiklik Fratelli Tutti menurut Paus Fransiskus”, [Jurnal Dekonstruksi, vol 3, No 1, Tahun 2021], halaman 16).
Pertemuan Paus Fransiskus Assisi dan Sultan Al-Kamil
Paus Fransiskus Assisi adalah Paus yang pernah menjalin hubungan secara langsung dengan Pemimpin negara Muslim untuk mewujudkan perdamaian setelah puluhan tahun umat Islam dan Katolik berperang.
Santo Fransiskus Assisi bertemu dengan Sultan Al-Kamil (w. 1238 M) dari Dinasti Ayyubiyah (Keponakan Shalahuddin al-Ayyubi) di tengah berlangsungnya Perang Salib Kelima yang terjadi antara tahun 1217 – 1221 M. (Peter Walker, In the Steps of Jesus: Menapak Jejak Mesias, diterjemahkan oleh V. Indra Sanjaya, [Yogyakarta: Kanisius, 2010], halaman 291).
Paus Fransiskus Assisi menemui Sultan al-Kamil untuk membahas tawaran damai dari Sultan yang sebelumnya ditolak oleh Kardinal Pelagius, yang merupakan wakil Paus dalam Perang Salib Kelima. Paus Fransiskus Assisi yang menyesali penolakan ini langsung berangkat menuju Perkemahan Pasukan Salib di Mesir pada bulan Agustus 1219 M untuk mengingatkan mereka akan pentingnya perdamaian serta menghindari penyerangan terhadap kaum Muslimin.
Usaha yang dilakukan oleh Paus tidak membuahkan hasil, karena Pasukan Salib sudah terlanjur menginginkan perang salib berlanjut dan hendak melakukan penyerangan. (Anthonius Panji Satrio & R.F. Bhanu Viktorahadi, “Politik Kemanusiaan Dalam Ensiklik Fratelli Tutti”, [JAQFI: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, vol. 6, No. 2, 2021], halaman 144).
Keinginan Paus untuk mewujudkan perdamaian tidak berhenti meski tidak mendapatkan respon baik dari Pasukan Salib. Paus kemudian menerobos pasukan Muslimin untuk menemui langsung Sultan Al-Kamil. Pertemuan Fransiskus Assisi dengan Sultan al-Kamil terjadi pada bulan September 1219 M, dan Sultan mengizinkan Paus untuk tinggal di perkemahannya selama 3 bulan. (Fransiskus Sulaiman Otor, “Membangun Kembali Dialog Keagamaan: Tela’ah Deskriptif Singkat atas Ensiklik Fratelli Tutti menurut Paus Fransiskus”, halaman 16).
Paus Fransiskus Assisi, yang sebelumnya tidak pernah bertemu dengan Sultan, menemukan kepribadian Sultan yang bertolak belakang dengan informasi yang dia dapatkan dari Kardinal Pelagius.
Kardinal menggambarkan Sultan Al-Kamil sebagai sosok yang kasar dan keras seperti binatang buas, tetapi Paus menemukan Sultan Al-Kamil sebagai pemimpin yang santun dan lembut serta memperlakukan Paus dengan sangat baik.
Sebaliknya, Sultan juga menemukan sosok umat Nasrani yang begitu baik, berbeda dengan para Ksatria Salib yang sering dia jumpai. (Anthonius Panji Satrio & R.F. Bhanu Viktorahadi, “Politik Kemanusiaan Dalam Ensiklik Fratelli Tutti”, [JAQFI: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, vol. 6, No. 2, 2021], halaman 145).
Dialog Paus Fransiskus Assisi & Sultan Al-Kamil
Paus Fransiskus Assisi berdialog dengan Sultan Al-Kamil membahas tawaran perdamaian dan Paus juga berkesempatan memberikan khotbah serta membacakan Injil di hadapan Sultan al-Kamil.
Sebagai seorang negarawan yang bijak dan Muslim yang taat, Sultan al-Kamil mendengarkan penyampaian Paus Fransiskus Assisi tentang Injil dengan seksama. Paus juga mengajak Sultan untuk memeluk agama Nasrani, namun ajakan tersebut ditolak Sang Sultan tanpa merendahkan Sang Paus. (Fransiskus Sulaiman Otor, “Membangun Kembali Dialog Keagamaan: Tela’ah Deskriptif Singkat atas Ensiklik Fratelli Tutti menurut Paus Fransiskus,” halaman 16).

Dialog perdamaian antara Paus dengan Sultan tidak didukung oleh Pasukan Salib. Beberapa hari setelah Sang Paus meninggalkan Perkemahan Ayyubiyah, Pasukan Salib menyerang pasukan Ayyubiyah dan merebut kota Damietta. (Peter Walker, In the Steps of Jesus: Menapak Jejak Mesias, diterjemahkan oleh V. Indra Sanjaya, [Yogyakarta: Kanisius, 2010], halaman 291).
Penulis melihat bahwa usaha besar dengan taruhan nyawa yang dilakukan oleh Paus Fransiskus Assisi di Mesir menunjukkan bahwa dia adalah seorang pemuka agama yang mencintai kedamaian dan ingin menyebarkan pesan damai sebagaimana yang dia yakini.
Sejarah pertemuan Paus Fransiskus Assisi dan Sultan Al-Kamil sebagai tokoh agama Katolik dan Islam dalam Perang Salib harus banyak diberitakan kepada umat seluruh agama, agar kita bisa melihat sisi lain dari Perang Salib yang selama ini hanya dikenal sebagai puncak perseteruan Nasrani dan Islam.
Penulis melihat pertemuan singkat ini mampu memberikan pengaruh besar pada hubungan Nasrani dan Islam. Walaupun tidak langsung bisa menghentikan perang, namun pertemuan ini membuka celah dialog antar tokoh kedua agama yang sebelumnya nyaris sulit dilakukan kecuali hanya untuk gencatan senjata atau perdamaian.
Pertemuan kedua tokoh ini juga membuka kesadaran bahwa tidak semua pemberitaan tentang musuh itu benar, terbukti dengan adanya kesan bagus dari Paus Fransiskus Assisi kepada Sultan Al-Kamil, dan begitu juga sebaliknya. Dialog secara langsung juga menutup pihak ketiga yang tidak menginginkan perdamaian, karena pada masa itu pesan disampaikan oleh para utusan, namun tidak semua utusan baik, sehingga pesan tendensius yang memancing perpecahan justru banyak dilakukan oleh para utusan.
Dialog & Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia
Paus Fransiskus Assisi dengan Sultan Al-Kamil harus bisa dilanjutkan dan diwujudkan dengan menjalin kehidupan masyarakat yang damai, menolak segala bentuk penjajahan serta saling menghormati keyakinan satu sama lain. Hari ini, usaha Paus Fransiskus Assisi dilanjutkan oleh Paus Fransiskus dengan melakukan kunjungan ke Indonesia serta mengikuti serangkaian kegiatan keagamaan bersama umat Katolik dan tokoh pemuka agama lainnya di Indonesia. Semoga kunjungan dari Paus Fransiskus ke Indonesia sekarang semakin memperkokoh ikatan toleransi dan moderasi beragama antar umat beragama.
Penulis: Muhamad Iqbal Akmaludin, Alumni Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences dan UIN Jakarta