Deskripsi Masalah

Dalam fikih dijelaskan, jika ada tubuh atau benda yang terkena najis mughallazhah, maka cara menyucikannya adalah membasuh-nya tujuh kali dan salah satu basuhan dicampuri debu.

Pertanyaan

  1. Mengapa membasuh najis mughallazhah harus mengguna-kan debu, dan tidak memakai sabun saja?
  2. Mengapa harus dibasuh tujuh kali, tidak enam atau lima kali saja?

Jawaban

  1. Selain karena sudah perintah syariat, juga karena air liur anjing mengandung bakteri yang tidak dapat dilenyapkan kecuali dengan debu.
  2. Karena ta’abbud, yakni melakukan ibadah dengan mengikuti perintah apa adanya.

Rujukan

لِلرَّسُوْلِ e مُعْجزَاتٌ كَثِيْرَةٌ، وَهَذِهِ إحْدَى الْمُعْجزَاتِ، فَلَقَدْ أثْبَتَ الطِبُّ الحَدِيْثُ، اَنَّ فِي لُعَابِ الْكَلْبِ جَرَاثِيْمُ (مِيْكرُوْبَاتٌ) لاَ يَقْتُلُهَا إِلاَّ التُرَابُ الْمَمْزُوْجُ بِالْمَاءِ، وَلِذَا خَصَّ الشَارِعُ الْحُكْمَ عَلىَ إِرَاقَةِ مَا يَشْرَب الْكَلْبُ فيْهِ وَغَسْلُ الإِنَاءِ سَبْعَ مَرَّاتٍ، وَلْيَصْحَبِ التُّرَابُ إِحْدَى الغَسَلاتِ اهـ (إبانة الأحكام, 1/43).

(وَيَجِبُ فِيْ جَامِدٍ تَنَجَّسَ بِشَيْءٍ مِنْ نَحْوِ كَلْبٍ غَسْلُهُ سَبْعًا ) اهـ (قَوْلُهُ غَسْلُهُ سَبْعًا) أَيْ تَعَبُّدًا اهـ (حاشية الشرقاوي, 1/130).