
Surat Al-Isra ayat 26-27 mengandung pesan penting dari Ilahi tentang pengelolaan harta dalam Islam. Allah melarang kaum Muslimin bersikap boros dengan membelanjakan harta secara sembarangan dan tanpa perhitungan, yang dapat mengarah pada pemborosan atau mubazir.
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan setiap Muslim agar menggunakan harta mereka dengan bijak dan hati-hati, memastikan bahwa pengeluaran dilakukan dengan pertimbangan yang matang agar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial yang dimiliki. Larangan ini bertujuan untuk mencegah pengeluaran yang tidak perlu dan memastikan bahwa harta diberikan kepada pihak yang berhak, sesuai dengan hak dan keperluan mereka tak bisa dipungkiri, Islam telah lama menekankan prinsip kesederhanaan sebagai salah satu aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim.
Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan umat Islam untuk menghindari perilaku berlebihan dalam berbagai aspek, termasuk konsumsi makanan, barang, dan minuman. Simak firman Allah dalam SurahAl-Isra’ ayat 26-27;
وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا [26] اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا [27]
“Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. [26]. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. [27]”.
Tafsir Al-Hidayah Ila bulugh Nihayah
Dalam kitab Tafsir al-Hidayah ila Bulugh an-Nihayah, Imam Makki bin Abi Thalib memberikan penjelasan mendalam mengenai larangan membelanjakan harta secara sembarangan. Ayat Al-Quran yang menjadi dasar pembahasan ini menegaskan bahwa harta yang kita miliki adalah anugerah dari Allah. Oleh karena itu, kita tidak diperkenankan menggunakannya untuk perbuatan maksiat atau hal-hal yang tidak bermanfaat.
Ayat di atas juga menekankan pentingnya menggunakan harta dengan bijak dan bertanggung jawab. Pemborosan, yang merupakan tindakan berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta, sangat dilarang dalam Islam. Ibnu Mas’ud, salah seorang sahabat Nabi, menjelaskan bahwa pemborosan berarti menghabiskan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat atau tidak sesuai dengan syariat.
Contoh tindakan pemborosan meliputi membeli barang-barang mewah yang tidak dibutuhkan, menghabiskan uang untuk kesenangan semata, atau berjudi. Perilaku semacam ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat merugikan orang lain.
Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim, kita harus senantiasa berusaha untuk hidup sederhana, berhemat, dan menggunakan harta kita untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti bersedekah, membantu orang yang membutuhkan, dan memenuhi kebutuhan keluarga.
أي: لا تمحق ما أعطاك الله [عز وجل] من مال في معصيته، وأصل التبذير التفريق في السرف. قال ابن مسعود: التبذير: الإسراف في الإنفاق في غير حق. وهو قول ابن عباس وقتادة
“Janganlah kamu hamburkan apa yang Allah berikan kepadamu [Yang Maha Perkasa dan Maha Agung] dari harta kekayaan dengan bermaksiat kepada-Nya. Dan asal mula pemborosan adalah berlebih-lebihan dalam berfoya-foya. Ibnu Mas’ud berkata: Pemborosan adalah berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta untuk sesuatu yang tidak benar. Itulah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Qatadah.” (Tafsir Kitab al-Hidayah ila Bulugh an-Nihayah, Jilid VI, halaman 4183).
Tafsir Quraish Shihab
Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa Surah Al-Isra ayat 26-27 melarang perilaku boros dalam mengelola harta. Pemborosan diartikan sebagai membelanjakan harta untuk hal-hal yang tidak perlu dan tidak bermanfaat. Perilaku ini disamakan dengan sifat setan yang selalu ingkar kepada Tuhannya. Oleh karena itu, orang yang boros dianggap “saudara setan” karena memiliki sifat yang sama, yaitu tidak bijaksana dalam menggunakan harta dan jauh dari ketaatan kepada Allah. (Tafsir Al-Misbah, [Ciputat, Lentera Hati: 2002], Jilid VII, halaman 452).
Lebih lanjut, istilah “tabdzir” atau pemborosan dipahami oleh para ulama sebagai pengeluaran yang tidak pada tempatnya atau bukan haknya. Jika seseorang membelanjakan seluruh hartanya untuk kebaikan atau di jalan yang benar, maka ia tidak dianggap sebagai pemboros.
Contoh yang diberikan adalah tindakan Sayyidina Abu Bakar. yang menyerahkan seluruh hartanya untuk jihad di jalan Allah, serta Sayyidina Utsman yang membelanjakan separuh hartanya. Rasulullah Saw menerima nafkah mereka dan tidak menganggap mereka sebagai pemboros.
Sebaliknya, tindakan yang dianggap sederhana seperti mencuci wajah lebih dari tiga kali saat berwudhu bisa dikategorikan sebagai pemborosan, meskipun airnya berasal dari sungai. Ini menunjukkan bahwa pemborosan tidak hanya terkait dengan jumlah yang dikeluarkan, tetapi lebih kepada cara dan tempat pengeluarannya.
Dengan demikian, konsep pemborosan lebih menekankan pada kebijaksanaan dalam mengelola harta sesuai dengan tuntunan agama, bukan hanya pada seberapa banyak yang dikeluarkan. Pemborosan dalam pandangan Islam adalah perilaku yang tidak tepat sasaran dan tidak membawa manfaat, yang pada akhirnya menjauhkan seseorang dari ketaatan kepada Allah.
Tafsir Mafatihul Ghaib
Sementara itu, Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam kitab Tafsir Mafatihul Ghaib, menjelaskan bawa ayat ini dengan tegas melarang untuk memboroskan harta. Pemborosan diartikan sebagai tindakan merusak harta dengan pengeluaran yang berlebihan dan tidak bermanfaat. Allah bahkan mengaitkan tindakan boros ini dengan sifat setan. Perbandingan ini menunjukkan betapa buruknya sifat boros dalam pandangan agama.
Mengapa dikaitkan dengan setan? Karena orang yang boros memiliki kesamaan sifat dengan setan dalam hal pemborosan. Dalam bahasa Arab, seseorang yang sering melakukan suatu tindakan akan disebut sebagai “saudara” dari tindakan tersebut. Jadi, orang yang selalu boros dianggap sebagai “saudara setan” karena mereka memiliki kesamaan dalam sifat suka memboroskan. Simak penjelasan Imam Fakhruddin Razi;
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيراً وَالتَّبْذِيرُ فِي اللُّغَةِ إِفْسَادُ الْمَالِ وَإِنْفَاقُهُ فِي السَّرَفِ. ثُمَّ نَبَّهَ تَعَالَى عَلَى قُبْحِ التَّبْذِيرِ بِإِضَافَتِهِ إِيَّاهُ إِلَى أَفْعَالِ الشَّيَاطِينِ فَقَالَ: إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كانُوا إِخْوانَ الشَّياطِينِ وَالْمُرَادُ مِنْ هَذِهِ الْأُخُوَّةِ التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِي هَذَا الْفِعْلِ الْقَبِيحِ، وَذَلِكَ لِأَنَّ الْعَرَبَ يُسَمُّونَ الْمُلَازِمَ لِلشَّيْءِ. أَخًا لَهُ، فَيَقُولُونَ: فُلَانٌ أَخُو الْكَرَمِ وَالْجُودِ، وَأَخُو السَّفَرِ إِذَا كَانَ مُوَاظِبًا عَلَى هَذِهِ الْأَعْمَالِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu dengan boros. Pemborosan dalam bahasa (Arab) berarti merusak harta dan membelanjakannya secara berlebihan. Kemudian Allah memperingatkan tentang buruknya pemborosan dengan menghubungkannya dengan perbuatan setan, sehingga Dia berfirman: ‘Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan.’ Maksud dari persaudaraan ini adalah menyerupai mereka dalam perbuatan buruk ini, karena orang Arab menyebut orang yang terus-menerus melakukan sesuatu sebagai saudara dari hal tersebut. Mereka mengatakan, ‘Si Fulan adalah saudara kemurahan hati dan kedermawanan,’ dan ‘saudara perjalanan’ jika ia rajin melakukan hal-hal tersebut.” (Tafsir Mafatihul Ghaib, Jilid XX, [Beirut: Darul Ihya at-Turats al-Arabi, 1420 H]halaman 329).
Dengan demikian, ayat ini menjelaskan bahwa Allah melarang umatnya untuk hidup boros dan membuang-buang harta. Kita sebagai Muslim, diajarkan untuk mengatur keuangan dengan bijak dan berinfak kepada yang berhak. Tujuannya agar harta yang kita miliki dapat dimanfaatkan secara optimal dan menjadi berkah. Wallahu a’lam.
Penulis : Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Parung
Sumber : https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-isra-ayat-26-27-anjuran-menggunakan-harta-dengan-bijak-tidak-boros-dn8kY