Abstrack

Kehadiran agama saat ini dituntut untuk terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekedar lambang kesolehan, tetapi secara konsepsional mampu menunjukkan cara-cara yang efektif dalam memecahkan masalah. Tuntunan terhadap agama seperti itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara operasional dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.

Berbagai pendekatan tersebut diantaranya pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan pendekatan filosofis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.

Mungkin sebagian orang berpendapat, bahwa dengan modal keyakinan tauhidullah (meng-Esakan Allah) dalam iman dan telah melakukan kewajibannya kepada Allah melalui pelaksanaan rukun Islam (ibadatullah), mereka merasa telah menuntaskan kewajibannya secara syari’at. Akibatnya, seolah-olah kehidupan social dan mu’amalah dalam rangka ber-“hablum minannas”, tidak lagi urusan mereka. Padahal pada urusan-urusan social dan mu’amalah tersebut, juga berkaitan dengan keimanan kepada Allah. Inilah inti daripada pemahaman yang bersifat operasional dari Teologi Sosial Islam dan yang urgen untuk dipelajari.

Memahami masyarakat islam perlu ilmu dan metode agar dapat menarik kebenaran atau mendekati kebenaran, karena memahami masyarakat islam harus menggunakan metode sistematis dan dapat dipercaya supaya kebenarannya bisa dijaga. Dalam memahami masyarakat islam perlu adanya pendekatan ilmu sosial dan humaniora, karena dari pendekatan tersebut kita dapat melihat karakteristik dan perilaku masyarakat islam dan bagaimana kita dalam menyikapinya.

Urgensi Sosial Humaniora Dalam Studi Islam

Pendekatan sosial dapat kita anggap sebagai sosiologisme, di mana tingkah laku individu secara tetap telah ditentukan masyarakat itu sendiri dan kebudayaan masyarakat, dimana seseorang dapat tenggelam di dalam sosialitas manusia. Oleh karenanya perlu adanya kerjasama antara perseorangan dan sosial agar dapat menelaah tingkah manusia. Jadi pendekatan sosial dititik beratkan terhadap masyarakat dan pengaruh geografi dan tingkah manusia yang ditentukan oleh faktor fisik dan kultur.

pengertian humaniora sendiri yang berasal dari bahasa Latin, humanus, dan kemudian diserap ke bahasa Inggris dengan kata the humanities yang berarti manusiawi, berbudaya yang sekaligus menunjukkan gejala perebutan dari pokok masalah yang berhubungan dengan manusia itu sendiri. Sedangkan Encyclopaedia of Britannica mengartikan the humanities sebagai pengetahuan yang menyangkut terhadap nilai kemanusiaan dan ekspresi jiwa manusia.[1] Humaniora mulai dikenal dalam dunia islam sejak para sarjana islam yang belajar di barat dan kemudian mereka memperkenalkan ilmu ynag telah diperolehnya dalam lingkungan masyarakat. Pada dasarnya ruang lingkup humaniora mencakup tiga elemen yaitu teks, pengarang atau penafsir, dan audien atau pembaca yang dapat disebut Triadic Structure.

Melalui pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan mudah karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur‟an misalnya, kita jumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan kesengsaraan. Semua itu jelas baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.[1]

Studi sosiologi agama menurut Joachim Wach merumuskan secara luas sebagai suatu studi tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Dorongan-dorongan, gagasan dan kelembagaan agama mempengaruhi dan juga sebaliknya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, organisasi dan stratifikasi sosial.

Dari segi sosiologi, pendekatan terhadap agama telah melahirkan berbagai teori, di antara teori-teori itu yang sangat terkenal adalah teori tingkatan. Teori ini dikemukakan oleh August Comte (1798-1857). Dalam bukunya, Cours de Philososophie Positive, ia menerangkan pandangannya tentang paham positivisme yang alamiah dan menjabarkan tingkatan-tingkatan dalam evaluasi pemikiran manusia sebagai berikut:

  1. Tingkatan pertama, yaitu tingkatan yang disebut tingkatan teologi pada tingkatan ini, semua kejadian yang dialami manusia dianggap berasal dari atau bersumber dari suatu kekuatan ketuhanan atau suatu dzat yang Maha Kuasa.
  2. Tingkatan kedua, yaitu tingkatan yang metafisika. Pada tingkatan ini manusia sudah mulai memahami kejadian di lingkungan dan alam sekitarnya berdasarkan kekuatan-kekuatan yang lebih abstrak dan tidak kelihatan.
  3. Tingkatan ketiga, yaitu tingkatan positif. Pada tingkatan ini manusia sudah memahami sesuatu sebab itu berdasarkan akal pikiran yang praktis. Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama yang berkaitan dengan masalah sosial.

Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam

Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat difahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya, dengan mengajukan alasan sebagai berikut:

  1. Dalam Al-Quran atau Hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam tersebut berkenaan dengan urusan mua’amalah.
  2. Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat individual, karena itu shalat yang dilakukan berjamaah lebih tinggi nilainya dari pada shalat yang dikerjakan sendirian.

Berdasarkan pemahaman diatas, maka melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam kajian pendekatan sosiologi dalam studi Islam, banyak para penulis baik dari barat maupun muslim itu sendiri, yang telah menghasilkan karyanya tentang sosiologi yang ada hubungannya dalam memahami agama.

Seperti tokoh sosiologi yang tidak asing lagi yaitu Ibnu Khaldun, pemikiran dan teori-teori politiknya yang sangat maju telah mempengaruhi karya-karya para pemikir politik terkemuka sesudahnya seperti Machiavelli dan Vico. Dia mampu menembus ke dalam fenomena sosial sebagai filsuf dan ahli ekonomi yang dalam ilmunya. Dia juga peletak dasar ilmu sosiologi dan politik melalui karya magnum opus-nya, “AlMuqaddimah”.Adapun teori yang dikemukakan Ibnu Khaldun dikenal orang dengan “teori disintegrasi” (ancaman perpecahan suatu masyarakat/bangsa). Dia menulis soal itu lantaran melihat secara faktual ancaman disintegrasi akan membayangi dan mengintai umat manusia bila mengabaikan dimensi stabilitas sosial dan politik dalam masyarakatnya. Setidaknya, berkat dialah dasar-dasar ilmu sosiologi politik dan filsafat dibangun.

Secara keseluruhan, urgensi ilmu sosial dan humaniora dalam studi Islam terletak pada kemampuannya untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana Islam sebagai agama, tradisi, dan peradaban berinteraksi dengan berbagai dimensi kemanusiaan. Pendekatan ini memperkaya perspektif teologis dengan wawasan sosial, budaya, dan historis yang relevan untuk menjawab tantangan zaman.


[1] Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 83-861

[1] Humaedi, “Pemikiran Islam dalam Jejak Kajian Humaniora.”2

  1. ↩︎
  2. ↩︎