
Allah menurunkan wahyu-Nya pada Rasulullah untuk menjadi pedoman bagi umat Islam. Sebagai pedoman, wahyu yang terwujud dalam Al-Qur’an memberi panduan yang sangat lengkap. Bukan hanya berisi tauhid dan hukum formal saja, namun juga memuat panduan akhlak dan cerita-cerita umat terdahulu untuk dijadikan sebagai hikmah dan bahan renungan.
لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”(QS. Yusuf: 111).
Kisah-kisah dalam al-Qur’an sangat banyak, baik yang berkenaan dengan para nabi dan rasul, orang-orang shalih, orang-orang kafir, umat-umat terdahulu, peristiwa-peristiwa yang akan datang dan yang lainya. Allâh Azza wa Jalla menginginkan dari kisah-kisah tersebut agar para hamba-Nya merenunginya kemudian mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah-kisah tersebut.
Diantara kisah yang Allâh Azza wa Jalla sebutkan dalam al-Qur’an adalah kisah tentang dua anak Adam Alaihissallam yaitu Qabil dan Habil. Dua putra Nabi Adam Alaihissallam yang memiliki sifat dan perangai yang bertolak belakang. Allâh Azza wa Jalla abadikan kisah mereka dalam surat al-Mâ’idah ayat 27-31. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ ٢٧ لَىِٕنْۢ بَسَطْتَّ اِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِيْ مَآ اَنَا۠ بِبَاسِطٍ يَّدِيَ اِلَيْكَ لِاَقْتُلَكَۚ اِنِّيْٓ اَخَافُ اللّٰهَ رَبَّ الْعٰلَمِيْنَ ٢٨ اِنِّيْٓ اُرِيْدُ اَنْ تَبُوْۤاَ بِاِثْمِيْ وَاِثْمِكَ فَتَكُوْنَ مِنْ اَصْحٰبِ النَّارِۚ وَذٰلِكَ جَزٰۤؤُا الظّٰلِمِيْنَۚ ٢٩ فَطَوَّعَتْ لَهٗ نَفْسُهٗ قَتْلَ اَخِيْهِ فَقَتَلَهٗ فَاَصْبَحَ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ٣٠ فَبَعَثَ اللّٰهُ غُرَابًا يَّبْحَثُ فِى الْاَرْضِ لِيُرِيَهٗ كَيْفَ يُوَارِيْ سَوْءَةَ اَخِيْهِ ۗ قَالَ يٰوَيْلَتٰٓى اَعَجَزْتُ اَنْ اَكُوْنَ مِثْلَ هٰذَا الْغُرَابِ فَاُوَارِيَ سَوْءَةَ اَخِيْۚ فَاَصْبَحَ مِنَ النّٰدِمِيْنَ
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), “Aku pasti membunuhmu! ” Berkata Habil, “Sesungguhnya Allâh hanya menerima (ibadah kurban) dari orang-orang yang bertakwa.”
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allâh, Rabb sekalian alam.”
“Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zhalim.”
“Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.”
“Kemudian Allâh menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil, “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.” (QS. Al-Mâ’idah [5]:27-31)
Sifat hasad telah membutakan mata hati Qabil. Sifat ini telah menjerumuskan dirinya ke dalam dosa yang sangat dia sesali di kemudian hari. Qabil hasad kepada kelebihan yang ada pada saudaranya Habil. Ketika keduanya memberikan kurban, Allâh Azza wa Jalla menerima kurban yang dipersembahkan oleh Habil dan tidak menerima apa yang dikurbankan oleh Qabil. Melihat ini, Qabil merasa iri dan dengki terhadap Habil, sehingga ia sangat benci terhadap Habil bahkan sangat bernafsu untuk menghabisi nyawanya.
Perhatikanlah oleh kita! Bagaimana hasad bisa menjerumuskan seseorang kepada kerusakan. Sifat inilah yang menyebabkan Yahudi dan Nashrani terus berusaha memerangi dan memurtadkan kaum Muslimin. Hasad pula yang mendorong saudara-saudara nabi Yusuf Alaihissallam berusaha menyingkirkannya dan membunuhnya. Semoga Allâh Azza wa Jalla melindungi kita semua dari sifat hasad ini.
Setelah lama menunggu kesempatan dan memendam niatnya, akhirnya Qabil berhasil membunuh Habil, saudaranya sendiri. Pasca melakukan pembunuhan, bukan kepuasan dan ketenangan yang dia rasakannya, justru kerugian dan penyesalan yang dia dapatkan. Kerugian yang bertumpuk-tumpuk karena telah termakan bujuk rayu syaitan.
Nafsu manusia juga dapat menumbuhkan emosi dalam diri manusia itu sendiri, jika tidak dapat mengontrolnya, maka nafsu yang akan mengambil alih dirinya untuk kemudian melakukan hal-hal bodoh dan keji. Maka, pengendalian nafsu memang berat. Itulah sebabnya dalam sebuah hadits, Rasulullah saw menyebut bahwa berperang melawan nafsu merupakan “Jihad Akbar”. Hal ini memang sangat penting dan harus dilakukan, karena keselamatan seseorang tergantung pada bagaimana ia mengendalikan nafsunya.
Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Al-Isti’dad Liyaumil Ma’ad mengutip sebuah kalam hikmah:
طوبى لمن كان عقله أميرا وهواه أسيرا، وويل لمن كان هواه أميرا وعقله أسيرا
“Beruntunglah orang yang akalnya menjadi pemimpin, sedangkan hawa nafsunya menjadi tawanan, celakalah orang yang hawa nafsunya menjadi pemimpin, sedangkan akalnya menjadi tawanan” (Ahmad Ibn Hajar, Al-Isti’dad Liyaumil Ma’ad [tt: Darut Tarbiyyah, tt], halaman 29).
Akal dan nafsu selalu berebut kendali atas diri manusia, jika akalnya menang, selamatlah ia, namun jika nafsunya yang menang, maka ia sedang berjalan menuju kehancuran. Untuk itulah Rasulullah memerintahkan kita agar senantiasa berperang melawan nafsu, agar nafsu kita kian melemah sehingga tidak dapat memegang kendali atas diri kita. Demikian pelajaran yang dapat dipetik dari kisah dua putra Nabi Adam, semoga kita semua termasuk orang-orang yang dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap peristiwa.