Bukan hal baru sebenarnya peristiwa pertemuan antara pemimpin Muslim dengan pemuka agama lain.

Tercatat, Rasulullah pernah menerima delegasi Nasrani dari Najran di Madinah. Para pemuka agama Nasrani itu bertanya tentang Islam, sekaligus berupaya mendakwahkan agamanya pada Rasulullah.

Upaya itu tentu saja tidak membuahkan hasil. Meski mengetahui maksud “tersembunyi” di balik kedatangan mereka, namun Rasulullah tetap menyambut dengan baik.

Kepemimpinan berganti. Pada masa Amirul Mukminin Umar ibn Khattab, ia pernah melakukan perjalanan ke Baitul Maqdis untuk menerima kunci gerbang kota dari Patriarch Sophronius. Peristiwa itu terjadi di Gereja Holly Sepulchre.

Salah satu kejadian yang masyhur adalah Khalifah Umar menolak ketika dipersilahkan untuk shalat di dalam gereja. Amirul mukminin memilih shalat di luar gereja. Tempat di mana ia shalat itu lalu didirikan semuah masjid yang diberi nama Masjid Umar.

Zaman terus berganti. Diriwayatkan, Sultan Malik Al Kamil dari Daulah Ayyubiyah di Mesir pernah menerima kedatangan Santo Fransiskus dari Assisi. Dialog antara keduanya terjadi. Si pendeta mengajak Sang Sultan untuk berpindah keyakinan, yang tentu saja ditolaknya.

Pun saat Sang Sultan mendakwahkan Islam, pendeta itu juga tidak tersentuh cahaya hidayah. Santo Fransiskus dari Assisi itu akhirnya pulang dengan tangan hampa. Meski begitu, sultan menjamin keselamatannya sampai meninggalkan Mesir dan memberinya sejumlah hadiah.

Dari catatan sejarah kita mendapat gambaran, apa yang terjadi saat pertemuan itu berlangsung. Rasulullah, Amirul Mukminin Umar ibn Khattab dan Sultan Malik Al Kamil memberikan contoh bagaimana harus bersikap.

Tamu tetap diterima dengan hormat. Namun tak perlu lebay, sampai cium tangan apalagi cium jidat.