ABSTRACK

Komunikasi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Tanpanya, interaksi antar individu akan terganggu, mengakibatkan kesulitan dalam berbagai aspek sosial. Dalam konteks ini, retorika, sebagai bagian integral dari proses komunikasi, memainkan peran kunci dalam memfasilitasi hubungan interpersonal yang efektif.

Sebagai sebuah ilmu, retorika menampilkan kebenaran dengan menata tutur secara efektif dan etis, bukan bombastis dan kosong tanpa isi. Aristoteles menegaskan bahwa retorika tidak boleh dimasukkan ke dalam jenis ilmu lain atau dianggap sebagai bagian dari ilmu lain, justru ilmu lain itulah yang memanfaatkan retorika, terutama ketika ilmu lain itu mendeskripsikan hasil-hasil temuannya.

PENDAHULUAN

Titik tolak retorika adalah berbicara.Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Retorika merujuk pada seni berbicara yang unggul, yang diperoleh melalui perpaduan antara bakat alami (talenta) dan keahlian teknis (ars, techne). Dalam konteks retorika modern, kemampuan ini mencakup ingatan yang tajam, kreativitas yang luas, imajinasi yang mendalam, serta kecakapan dalam menyampaikan gagasan dengan presisi dan membuktikan argumen secara logis. Retorika modern menggabungkan pengetahuan, pemikiran kritis, seni, dan keterampilan berbicara secara harmonis, sehingga menciptakan komunikasi yang efektif dan persuasif.

Secara terminologi, retorika dikenal dengan istilah “The art of speaking” yang artinya “seni di dalam berbicara atau bercakap”, sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa, pengertian retorika ialah suatu bidang ilmu yang mempelajari atau mempersoalkan tentang bagaimana cara berbicara yang mempunyai daya tarik dan pesona, sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah perasaannya.

DEFINISI

Retorika (bahasa Belanda: retorica, bahasa Inggris: rhetoric) atau keterampilan berbicara adalah cabang dari ilmu dialektika yang membahas mengenai kemampuan dalam membuat argumen dalam bahasa sebagai alat di bidang ilmu etika. Retorika (berasal dari bahasa Yunani: ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan menggunakan persuasi untuk menghasilkan bujukan baik terhadap karakter pembicara, emosional, atau argumen.

Seni ini berhubungan dengan kemampuan berbicara ataupun berbahasa yang dimiliki seseorang, dan bahkan merupakan kunci utamanya. Dari sisi historis, retorika dimaksudkan dengan apa yang ingin dicapai didasarkan bakat dan keterampilan sebagai kesenian berbicara dengan baik, hal inilah yang disebut retorika.

Retorika adalah cabang dari dialektika yang membahas mengenai kemampuan dalam membuat argumen dalam bahasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata retorika (/re·to·ri·ka/ /rétorika/) merupakan keterampilan berbahasa secara efektif, atau studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang, dan atau seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis.

Retorika mengandung pengertian ilmiah yang ditandai oleh seperangkat ciri atau karakteristik keilmuan, yaitu: 1) paradigma dan model berpikir yang bersifat umum, 2) penggunaan metode dan instrumen, dan 3) jangkauan permasalahannya.

Untuk memenuhi karakteristik keilmuannya, maka terdapat tiga macam pertanyaan yang ditujukan pada retorika, yaitu: pertama, pertanyaan tentang apa hakikat retorika itu yang dikaji melalui ontologi retorika; kedua, pertanyaan tentang bagaimana retorika itu yang dikaji melalui epistemologi retorika; dan ketiga, pertanyaan tentang untuk apa retorika yang dapat dikaji melalui aksiologi retorika.

SEJARAH

Retorika sudah ada sejak manusia lahir. Namun, sebagai seni yang dipelajari dimulai abad 5 sebelum Masehi (SM) ketika kaum Sofistik di Yunani mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk mengajarkan pengetahuan tentang politik dan pemerintahan dengan penekanan terutama pada kemampuan berpidato.

Pemerintah perlu usaha membujuk rakyat demi kemenangan dalam pemilihan. Maka berkembanglah seni pidato yang membenarkan pemutarbalikan kenyataan demi tercapainya tujuan. Khalayak bisa tertarik dan terbujuk. Retorika dipelajari, diawali, dan dilaksanakan di negara-negara yang menganut demokrasi langsung, yakni Yunani dan Romawi.

Sistematis retorika yang pertama kali dibawa oleh orang-orang Syracuse, sekelompok orang Yunani di pulau Sicilia, daerah kekuasaan Yunani sekitar abad ke-5 SM. Seorang retorikus bernama Corax dan muridnya yang bernama Tissias menjelaskan retorika dalam buku yang ditulis dengan judul “Techne Logon” (seni kata-kata) sebagai teknik kemungkinan.

Corax dan Tissias yang dikenal khalayak umum di Masa Retorika Attic (Semenanjung Attic, Yunani). Corax menerapkan dasar retorika yang digunakan dalam pidato kedalam 5 bagian, yakni pengantar, uraian, argumen, penjelas tambahan, dan kesimpulan. Sedangkan muridnya Tissias memusatkan perhatian kepada dua aspek retorika, yakni argumen dan kemungkinannya.

Kepopulerannya di kota Athena adalah sebagai dua orang yang mengajarkan retorika kepada banyak orang yang memiliki keinginan yang dapat membuatnya menempati posisi atau jabatan tertentu di pemerintahan. Corax dan Tissias sebagai ahli retoris yang menyatakan bahwa retorika merupakan kemampuan berbicara di depan publik. Beberapa orang diberikan pelajaran mengenai retorika, tiga murid diantaranya yang bernama Gorgias, Lysias dan Isocrates mengembangkan corak retorika yang kemudian dikenal sebagai retorika sofis.

KESIMPULAN

Dalam retorika, keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan oleh kualitas argumen, tetapi juga bagaimana argumen tersebut disampaikan dan dipahami oleh audiens. Dengan demikian, retorika adalah seni memahami dan menggunakan bahasa untuk membangun hubungan, menyampaikan ide secara efektif, dan mempengaruhi pendapat atau tindakan orang lain.

Ilmu retorika juga menekankan pentingnya struktur, gaya bahasa, dan pemilihan kata yang sesuai dengan konteks dan tujuan komunikasi, sehingga menciptakan dampak yang lebih kuat dan efektif.

Secara keseluruhan, retorika adalah alat yang sangat penting dalam berbagai bidang, seperti politik, hukum, pendidikan, dan media. Karena kemampuannya untuk membentuk opini, memotivasi tindakan, dan mencapai kesepakatan melalui kekuatan bahasa.

Referensi

Catatan kaki

 Aristoteles; Tomovska, Vesna. Retorika (Seni Berbicara). Diterjemahkan oleh Handayani, Dedeh Sri. Yogyakarta: Basabasi, 2018, hlm. 20. ISBN 9786026651983.

 Sardila, Vera; Arini. “Alternatif Peningkatan Kreativitas Retorika Mahasiswa Melalui Model Simulasi Pada Media Penyiaran.” Jurnal RISALAH 29, no. 1 (2018): 48–54. doi:10.24014/jdr.v29i1.5890.

 “Retorika.” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) Daring. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Diakses tanggal 27 Desember 2021.

 Syamsuddin, M. Mukhtasar. “BMP PBIN 4220 halaman 1.12” (PDF). Diakses tanggal 12 Desember 2023.

 “Sejarah dan Perkembangan Retorika.” Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/11825-ID-sejarah-dan-perkembangan-retorika.pdf.

 Ardiansyah, Moch. Ferdy. “Analisis Retorika Basuki Tjahaja Purnama Dalam Kampanye Rakyat Pemilihan Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Di Rumah Lembang 2017 (Kajian Retorika Aristoteles).” Universitas Negeri Surabaya 5, no. 1 (2018): 1–16.

 Aziz, Moh. Ali. Public Speaking: Gaya dan Teknik Pidato Dakwah. DKI Jakarta: Prenada Media, 2019, hlm. 6. ISBN 9786232182516.

 Maulana, Unsa; Pratama, Aditya; Firdiansyah, Ikrar; Murjani, Sri. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Tata Akbar, 2021, hlm. 31. ISBN 9786236137734.