“Amma ba’du… Aku memerintahkan kalian, wahai Pasukan Muslimin, untuk keluar sekarang juga dari Samarkand. Penaklukan kalian atas Samarkand tidak sah! Tinggalkan semua yang kalian punya di kota itu, lalu lakukan apa yang seharusnya kalian lakukan pada penduduknya. Ajaklah mereka untuk masuk Islam terlebih dahulu sebagaimana seharusnya  dilakukan dalam setiap pembebasan.”

[Surat Khalifah Umar ibn Abdul Aziz pada Qutaibah ibn Muslim, Panglima pasukan Muslim di kota Samarkand]

Tak sampai Maghrib, ribuan Pasukan Muslim berbaris rapi dengan hanya membawa apa yang menjadi haknya, keluar dari kota Samarkand.

Mereka kembali memakai baju perangnya dan mendirikan tenda-tenda di luar benteng kota.

Apa gerangan yang terjadi?

Pembebasan kota Samarkand dianggap “menyalahi prosedur” sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah pada pasukan Muslimin ketika membebaskan suatu negeri.

Syahdan para tetua adat kota Samarkand melaporkan “kesalahan prosedur” pasukan Muslimin itu kepada Khalifah Umar ibn Abdul Aziz.

Mereka mengetahui, ketika membebaskan suatu negeri mestinya ada 3 tahapan yang harus dilalui pasukan Muslim:

Pertama mengajak mereka mengucap kalimat syahadat.

Bila cahaya hidayah itu ditolak, langkah kedua adalah membayar pajak (jizyah) dan mereka tetap bisa memeluk agamanya, memiliki semua hartanya dalam jaminan keamanan pasukan Muslimin.

Namun, bila keduanyanya ditolak, barulah langkah ketiga dilakukan, yakni genderang perang ditabuhkan. Itu pun dengan syarat dan ketentuan yang sangat ketat: tidak merusak tempat ibadah, tidak membunuh anak-anak dan wanita, tidak menyiksa dan seterusnya.

Benar saja, pasukan Muslimin lalu memulai lagi semua dari awal. Utusan dikirim untuk menyampaikan kebenaran risalah Islam.

Kemuliaan akhlak pasukan Muslimin itu tentu menggetarkan hati penduduk Samarkand. Dengan rela hati mereka akhirnya menerima cahaya hidayah.

Allahu Akbar!

Plot twist pembebasan kota Samarkand itu dicatat sejarah dan tak pernah terulang kembali.

Seperti apakah keindahan kota Samarkand yang melegenda hingga diperebutkan banyak bangsa itu?