Paris, Mei 1770 M

Iring-iringan 57 kereta yang dikawal 117 prajurit serta 376 ekor kuda itu memasuki kota Paris, dan disambut gegap gempita.  Rakyat berkerumun di sepanjang jalan yang dilewati untuk melihat seperti apa rupa calon ratunya.

Wajahnya masih sangat belia, namun kecantikannya telah memesona. Ia adalah Marie Antoinette, yang ketika datang ke Prancis begitu dipuja, namun hidupnya berakhir dengan dipenggal kepala.

Apa pasal?

Ratu Prancis terakhir itu telah memprovokasi keresahan rakyat yang berujung pada Revolusi Prancis dan penggulingan monarki pada 1792. Selama menjadi ratu, ia dikenal suka menghambur-hamburkan harta, gila pesta, menumpuk gaun dan perhiasan mahal, serta perilaku flexing lainnya. Rakyat yang tengah sengsara, meradang dibuatnya. 

Sama-sama keluarga penguasa, perilaku Marie Antoinette bagaikan bumi dan langit dibanding Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan Al-Umawiyyah Al-Qurasyiah.

Fatimah binti Abdul Malik jauh lebih kaya dengan garis nasab yang terjaga. Ia adalah putri Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Empat saudara laki-lakinya juga menjadi khalifah. Mertuanya adalah Gubernur Mesir. Dan suaminya, Umar ibn Abdul Aziz, adalah mantan Gubernur Madinah yang kemudian diangkat menjadi khalifah.

Bisa terbayangkan seperti apa kehidupan yang dijalani Fatimah sejak bayi. Namun begitu Umar ibn Abdul Aziz dibaiat menjadi khalifah pada 717 M, ia rela hati ketika Sang Suami meminta seluruh hartanya diserahkan ke Baitul Maal.

Termasuk sepasang anting batu mulia yang diberi nama “Mirah”. Konon saking indahnya anting ini, semua penyair di zamannya menuliskan dalam syair-syair mereka.

Kelak setelah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz mangkat, harta yang diberikannya ke Baitul Maal bermaksud dikembalikan oleh saudaranya Khalifah Yazid bin Abdul Malik.

Jumlahnya tak tanggung-tanggung, mencapai jutaan dinar. Sementara pada saat yang sama, nyaris tak ada harta waris yang ditinggalkan untuknya. Karena semasa hidup, Umar ibn Abdul Aziz hanya mengambil gaji sebesar 60 dirham per bulan.

Mendapat tawaran seperti itu, Fatimah bergeming. “Kalau semasa hidup aku mematuhi suamiku. Apakah sepeninggalnya aku harus mengkhianatinya?” Jawabnya pada saudara laki-lakinya.

Begitulah seharusnya menjadi keluarga penguasa. Tak perlu flexing segala rupa di sosial media, yang hanya mengundang jutaan caci maki rakyat yang tengah sengsara. Kecuali, kalau ingin berakhir tragis seperti Marie Antoinette adanya.