Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah Umayyah yang memerintah dari tahun 717 hingga 720 M, dikenal sebagai salah satu pemimpin terbaik dalam sejarah Islam meskipun masa pemerintahannya yang singkat. Beliau terkenal karena keadilan, kesederhanaan, dan ketaqwaannya.

Salah satu momen menarik dalam kepemimpinannya adalah saat beliau mengirim surat kepada Al-Hasan Al-Bashri, seorang sufi dan ahli fiqih terkenal pada zamannya. Setelah menerima surat itu, Al-Hasan Al-Bashri memberikan nasihat kepada Khalifah. Nasihat ini, yang ditulis dalam buku “Islam dan Politik” oleh Profesor Quraish Shihab, menggarisbawahi pentingnya keadilan dalam kepemimpinan.

Menurut Al-Hasan Al-Bashri, terdapat tiga analogi mengenai pemimpin yang adil. Pertama, pemimpin yang adil adalah pelurus dan pelindung. Seorang pemimpin seharusnya meluruskan yang bengkok, menegakkan keadilan, memperbaiki kerusakan, serta menjadi tempat berlindung bagi rakyat yang lemah dan teraniaya. Pemimpin semacam ini tidak menggunakan kekuasaannya untuk menindas, tetapi untuk melindungi dan memberdayakan rakyatnya.

Kedua, pemimpin yang adil bagaikan penggembala yang penuh kasih terhadap gembalaannya. Rakyat adalah amanah yang harus dijaga dan dibimbing menuju kebaikan, menjauhkan mereka dari bahaya. Seorang pemimpin harus menjadi teladan dan pengayom, memastikan kebutuhan rakyat terpenuhi dan keamanan terjaga.

Ketiga, pemimpin yang adil seperti seorang ayah yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Ia bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, tidak hanya secara materi, tetapi juga dalam mendidik dan membimbing mereka menjadi pribadi yang baik.

Dalam kitab “Jawahirul Adab,” Syekh Ahmad Hasyimi juga memuat nasihat Al-Hasan Al-Bashri kepada Umar bin Abdul Aziz, yang menekankan pentingnya memerintah dengan adil dan bijaksana serta menjauhi tindakan yang zalim. Beliau berpesan:

لا تحكم يا أمير المؤمنين في عباد الله بحكم الجاهلين، ولا تسلك بهم سبيل الظالمين، ولا تسلط المستكبرين على المستضعفين، فإنهم لا يرقبون في مؤمن إلاّ ولا ذمة، فتبوء بأوزارك وأوزار مع أوزارك، وتحمل أثقالك وأثقالاً مع أثقالك. ولا يغرنك الذين يتنعمون بما فيه بؤسك، ويأكلون الطيبات في دنياهم بإذهاب طيباتك في آخرتك. ولا تنظر إلى قدرتك اليوم، ولكن انظر إلى قدرتك غدًا وأنت مأسور في حبائل الموت، وموقوف بين يدى الله في مجمع من الملائكة النبيين والمرسلين، وقد عنت الوجوه للحى القيوم  

“Janganlah, wahai Amirul Mukminin, engkau memerintah hamba-hamba Allah dengan hukum yang diterapkan oleh orang-orang jahil. Jangan juga menempuh jalan orang-orang yang berlaku aniaya. Jangan beri peluang para pendurhaka terhadap kaum lemah, karena mereka itu tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan orang mukmin, tidak  juga mengindahkan perjanjian, karena jika engkau memberi peluang itu maka engkau skan memikul dosa-dosamu dan juga dosadosa (mereka) bersama dosamu. Engkau akan memikul beban-bebanmu bersama beban-beban selainmu!   Janganlah teperdaya dengan mereka yang menikmati hal-hal yang menjadi sumber kesengsaraanmu. Mereka menikmati aneka kebaikan di dunia mereka dengan menyingkirkan kebajikan yang berkaitan dengan akhiratmu. Jangan memandang kepada kemampuanmu hari ini tetapi lihatlah kemampuanmu esok saat engkau disandera dalam tali-temali maut, berdiri di hadapan Allah dalam himpunan para malaikat, para nabi dan rasul, di mana semua wajah tertunduk di hadapan Tuhan yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri lagi Maha Mengurus semua makhluk.” (Ahmad Hasyimi, Jawahirul-Adab fi Adbiyati wa Insyai Lughatil-‘Arab, [Maktabah Fahrasatul Kamilah: 1969], halaman 341).

Nasihat bijak ini menjadi pedoman bagi Umar bin Abdul Aziz dalam menata pemerintahan yang baik dan adil.

Dari materi tersebut, beberapa kesimpulan dan pelajaran yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Pentingnya Keadilan dalam Kepemimpinan

Keadilan adalah fondasi utama dari kepemimpinan yang baik. Seorang pemimpin harus mampu meluruskan ketidakadilan dan melindungi rakyatnya.

2. Peran Pemimpin sebagai Pelindung

Pemimpin seharusnya berfungsi sebagai pelindung dan pembela rakyat, bukan sebagai penindas. Mereka memiliki tanggung jawab untuk memberdayakan dan menjaga kesejahteraan masyarakat.

3. Kesadaran Moral dan Spiritual

Tindakan seorang pemimpin tidak hanya berdampak di dunia, tetapi juga memiliki konsekuensi di akhirat. Kesadaran akan tanggung jawab moral ini penting dalam pengambilan keputusan.

4. Nilai Nasihat dan Kolaborasi

Nasihat dari para ulama dan tokoh masyarakat sangat berharga dalam menuntun pemimpin untuk bertindak dengan bijak. Budaya saling mengingatkan dan belajar dari satu sama lain harus dijaga.

5. Relevansi dalam Konteks Modern

Prinsip-prinsip yang diajarkan dalam sejarah kepemimpinan, seperti keadilan dan tanggung jawab sosial, tetap relevan dan dapat diterapkan dalam konteks kepemimpinan saat ini.

6. Kepemimpinan sebagai Amanah

Kepemimpinan adalah sebuah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, mempertimbangkan kesejahteraan semua lapisan masyarakat.

Dengan memahami pelajaran ini, baik pemimpin maupun masyarakat dapat berusaha untuk menciptakan sistem pemerintahan yang lebih baik, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.