
Pernahkah menyaksikan orang-orang di sekeliling kita yang gila hormat? Di antara cirinya adalah mereka merasa diri lebih penting dan lebih hebat dari yang lain.
Gila hormat merupakan gangguan kesehatan mental yang masuk dalam kategori Narcissistic Personality Disorder (NPD).
Dalam ilmu psikologi, NPD adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan rasa berlebihan tentang pentingnya diri sendiri, kebutuhan yang kuat akan pujian, dan kurangnya empati terhadap orang lain.
Orang dengan gangguan NPD sering memiliki perasaan berlebihan tentang kemampuan dan prestasi mereka sendiri dan menginginkan perhatian serta pujian yang berlebih dari lingkungan.
Biasanya, gangguan mental ini menimpa orang-orang yang masa kecilnya kurang mendapatkan perhatian dan validasi dari orang-orang di sekitarnya.
Sekilas walaupun terkesan tidak apa-apa, namun orang dengan NPD seringkali memiliki masalah dalam mempertahankan hubungan yang baik dan stabil dengan orang lain.
Mereka kurang empati dan sering memandang orang lain hanya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri.
Orang dengan gangguan NPD juga acapkali mengalami kecemasan dan depresi akibat hubungan dan perasaan yang kurang diterima oleh lingkungan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata narsistik ini bermakna kepedulian yang berlebihan pada diri sendiri yang ditandai dengan adanya sikap arogan, percaya diri, dan egois.
Menariknya, kata narcis atau narsis diambil dari kata Narcissus, nama seorang pemuda tampan dalam mitologi Yunani.
Saking tampannya dan merasa diri hebat, Narcissus hanya mencintai dirinya sendiri. Ia sering mengagumi bayangan dirinya sendiri dari atas sebuah kolam. Hingga akhirnya ia dikutuk, mati mengenaskan karena cintanya pada bayangannya sendiri.
Islam secara tegas melarang manusia merasa diri lebih hebat dari yang lain, apalagi sampai muncul perasaan gila hormat.
Sebagaimana yang dicontohkan Amirul Mukminin Umar ibn Khattab ketika melakukan perjalanan ke Palestina untuk menerima kunci gerbang Baitul Maqdis dari Patriark Sophronius.
Syahdan, saat melakukan perjalanan itu Umar Ibn Khattab hanya didampingi seorang pelayannya dan hanya mengendarai seekor unta. Mereka berdua bergantian menungganginya.
Menjelang memasuki gerbang kota, dengan disaksikan penduduk Baitul Maqdis yang menunggunya, Umar ibn Khattab giliran menuntun unta itu.
Sang pelayan pun merasa tidak enak hati, “Yaa Amirul Mukminin, engkau yang lebih pantas naik ke atas punggung unta ini dan biarkan aku yang menuntunnya,” katanya.
Namun Umar tak mengindahkan permintaan itu, karena memang gilirannya menuntun unta saat itu. Pemandangan itu tak sedikitpun mengurangi wibawanya dan meruntuhkan kehormatannya. Hingga Patriark Sophronius mengenali dan menyambutnya.
Ada satu perkataan Umar ibn Khattab yang diabadikan dalam peristiwa tersebut, “Sesungguhnya kami adalah kaum yang Allah muliakan dengan Islam, maka tidaklah kami akan mencari kemuliaan dengan selain Islam.”
Jadi, tidak ada kata gila hormat dalam pribadi seorang muslim ya!