
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At-Taghabun: 15)
Anak adalah ujian bagi orangtuanya. Tak hanya bagi orang kebanyakan, sebagian Nabi pun diuji dengan putra-putri mereka. Allah ingin menjadikannya sebagai pelajaran bagi manusia, hingga kisahnya diabadikan dalam al-Quran.
Tersebutlah kisah Qabil, putra Nabi Adam yang melakukan pembunuhan pada saudara kandungnya sendiri, Habil.
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Ma’idah: 27)
Lalu ada Kan’an, putra Nabi Nuh yang ikut ditenggelamkan dalam peristiwa banjir bandang. Padahal tak kurang-kurang usaha Nabi Nuh membujuknya supaya mau naik ke atas kapal bersama orang-orang shaleh.
“Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” (QS. Hud: 43)
Tidak hanya anak yang menjadi ujian bagi orangtuanya. Ada pula orangtua yang menjadi ujian bagi anaknya. Sebagaimana yang terjadi pada Nabi Ibrahim.
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114)
Para shahabat Rasulullah pun tak sedikit yang memiliki orangtua yang menjadi ujian bagi diri mereka. Tersebutlah nama Mushab ibnu Umair, Ummu Salamah, Sa’ad ibn Abi Waqqash, dan banyak lagi lainnya. Di awal datangnya risalah Islam, mereka justru harus menghadapi “teror” dari orangtuanya sendiri.
Islam telah memberikan panduan, bagaimana seharusnya orangtua bersikap pada buah hatinya. Tak semua permintaan anak harus dipenuhi. Ada saatnya orangtua harus tegas berkata “tidak”, bila anak sudah melampaui batas.
Pun anak harus bisa menghentikan ambisi orangtuanya, bila sudah menabrak batas-batas norma.
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghabun: 14) []