
Media dan sosial media berperan sebagai faktor pemicu depresi, terutama yang kerap memberitakan peristiwa negatif.
Mulai dari alam yang kian “sakit”, perang dunia, pembunuhan, korupsi, dan berbagai isu mengkhawatirkan lainnya.
Mereka yang terpapar informasi negatif secara terus menerus, lebih rentan stres hingga tak sedikit berujung depresi.
Thomas Curran dan Andrew P. Hill dalam risetnya yang dipublikasikan Psychological Bulletin, menemukan bahwa generasi milenial lebih gampang depresi.
Tingkat depresi, kecemasan, dan pikiran bunuh diri generasi milenial saat ini dua kali lebih tinggi dari sepuluh tahun lalu.
Senada dengan hal tersebut, lewat tulisannya yang dipublikasikan di Psychology Today, Russ Federman, psikolog senior dari Virginia, Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa fenomena itu bukanlah tentang apa yang salah dari budaya masyarakat modern.
Melainkan, sebuah refleksi dari tren sosial dan norma yang terus berkembang. Teknologi dan ekonomi membawa pengaruh terbesar dalam masalah ini, termasuk pengaruh pemberitaan media.
Generasi milenial yang terjebak dalam depresi, merasa tak menemukan titik terang masalahnya, akhirnya tak sedikit yang mengambil keputusan ekstrem: bunuh diri.
Naudzubillah min dzalik
Padahal Allah telah menjanjikan, sebagaimana tersebut dalam QS Al-Insyirah: 5, “Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. ”
Di dalam Alqur’an pun banyak dituliskan kisah-kisah manusia hebat yang berhasil melewati beragam kesulitan atas izin Allah.
Seperti kisah Nabi Yunus yang berada dalam kegelapan perut ikan paus. Hingga tersebutlah dari lisan mulianya doa yang sangat masyhur, yang diabadikan dalam QS Al Anbiya: 87
“Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim.”
Dalam kondisi kegelapan yang sangat mencekam seakan tak ada jalan keluar itu, Nabi Yunus tetap optimis dan percaya bahwa Allah akan menyelamatkannya.
Tak hanya Nabi Yunus, Nabi Musa juga pernah berada di titik seakan tak ada lagi jalan keluar. Ketika ia dan kaum-nya berada di tepi lautan, sementara pasukan Fir’aun yang mengejar kian mendekat.
Lalu diangkatlah kedua tangannya dan menyeru sebuah doa, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang dzalim itu. Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.” (QS. Al-Qasas: 21-22).
Bukan suatu kebetulan kalau kedua peristiwa dramatis itu disebutkan terjadi pada bulan Dzulhijjah. Karenanya, di bulan yang mulia ini, azamkan pada diri, tak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya, selama Allah bersama kita.
“Allâhumma lakal hamdu wailaikal musytaka, wa antal musta’ân, wa lâ haula wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil adzîmi.”