
Suatu kali Imam Ahmad ibn Hambal mendatangi seorang perawi hadist di kawasan Transoxiana (Asia Tengah, kini).
Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Imam Ahmad melihat perawi tersebut sedang memberi makan seekor binatang.
Dengan santun Imam Ahmad memberikan salam, “Assalamualaykum”.
Sang perawi menjawab sekilas sambil terus fokus pada pekerjaannya. Imam Ahmad merasa tak nyaman dengan sikap perawi yang lebih memperhatikan binatang itu ketimbang menyambut tamunya.
Setelah menyelesaikan urusannya, perawi itu menghampiri Imam Ahmad dan berkata, “Maafkan aku. Engkau pasti merasa aneh, aku sibuk memberi makan binatang ini dan tidak menyambutmu.”
Imam Ahmad menganggukkan kepala.
“Abu al-Zinad telah menceritakan kepadaku, dari al-A’raj, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang memutus harapan orang yang mengharapkannya, maka Allah putuskan harapannya pada hari kiamat, lalu ia pun tidak masuk surga’.”
“Binatang itu kemari untuk mencari makan. Aku selesaikan dulu memberinya makan, saat engkau datang. Aku takut memutus harapannya, sehingga berakibat Allah memutuskan harapanku di hari kiamat kelak,” jelas sang perawi.
“Inilah hadist yang aku cari!” jawab Imam Ahmad.
Manusia seringkali dengan mudah memberi harapan atau yang sering diistilahkan PHP (Pemberi Harapan Palsu). Sikap seperti ini, sangat dilarang dalam Islam.
Di saat yang sama, manusia juga tahu kalau berharap pada sesama manusia adalah patah hati yang paling disengaja.
“Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya engkau berharap.” [QS Al-Insyirah:8]
Imam Al Ghazali dalam magnum opusnya, “Ihya Ulumiddin”, menuliskan, berhati-hatilah menggantungkan harapan. Sebab, satu dari sekian proses berharap itu bisa berujung pada mengkristalnya penyakit hati.
Ada pelajaran berharga dari kisah Imam Ahmad, kalau pada binatang saja kita tidak boleh PHP, apalagi pada manusia!