Hendaknya bagi seorang murid berusaha untuk menjaga hati mereka, menjaga hatinya dari segala gangguan, serta ‘afat (hal-hal negatif) dan khawathir. Khawathir disini maksudnya “lintasan-lintasan” yang datang kepada seorang murid, kadangkala seseorang itu banyak khawathir macam-macam, sehingga kalau dibiarkan maka akan berkembang menjadi khayalan-khayalan. Imajinasi yang bermacam-macam itu semestinya dijaga, jangan sampai berisi hal-hal yang merusak dirinya, untuk senantiasa menghadap kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Maka dikatakan di sini: “Dan hendaknya dia senantiasa menjadi penjaga bagi pintu-pintu hatinya,” Jadi ditutupin, menjadi palang pintu, di situ jangan sampai ada bisikan-bisikan setan yang malah merusak, yang malah menghancurkan kepribadian seorang murid.

Dengan cara muraqabah, memperhatikan isi hati gimana? Baik atau tidak? Yang mencegah masuknya khawathir tadi, atau wasawis tadi, yang masuk ke dalam hati. Sebab bilamana sudah masuk, sulit untuk dikeluarkan. Jadi biarkan bening, biarkan bersih, jangan dimasukin penyakit-penyakit yang berbahaya. Ada benci, ada sombong, ada apa semuanya. Nanti akan dijelaskan.

Sebab akan sulit untuk dikeluarkan habis itu, dikeluarkan penyakit-penyakit itu akan sulit, makanya ada kaidah mengatakan:

الدَّفْعُ أَوْلَى مِنَ الرَّفْعِ

“Menolak (antisipasi) penyakit itu lebih baik daripada menyembuhkan.”

Menyembuhkan belum tentu sembuh. Kalaupun diusahakan untuk sembuh, belum tentu sembuh. Kalaupun sembuh, enggak bakalan 100%. Mumpung belum ada penyakit, orang kalau sudah kena penyakit, wah repot nyembuhinnya. Masyaallah repot. Begitu pula hati, kalau sudah kena penyakit, repot disembuhkannya. Apalagi sudah mewatak, menjadi karakter.

Orang yang terbiasa caci-maki, mengucapkan kata-kata yang kotor dan lain sebagainya, itu sebetulnya berasal dari hati yang terkontaminasi oleh sifat-sifat yang buruk. Kalau dibiarkan, maka akan menjadi karakter, menjadi sebuah kebiasaan. Nah, kalau sudah menjadi sebuah kebiasaan, udah mendarah daging, maka repot untuk dibersihkannya, repot untuk dihilangkannya, sulit berikutnya untuk keluar berlepas darinya.

“Hendaknya dia bersungguh-sungguh,” artinya maksimal di dalam membersihkan hatinya. Karena hati itu merupakan pusat pandangan Tuhan, berupa terlalu cenderung kepada urusan dunia pikirannya, mainan mulu, otaknya itu makanan mulu, syahwat ad-dunyawiyyah. Ini disebut dengan syahwat dunia, pikirannya itu.

Itu merusak, kadangkala kalau enggak segera diobatin atau segera ditepis, maka akan mendarah daging, menjadi orang yang hubbud-dunya. Kalau sudah hubbud-dunya, akhirnya menghalalkan segala cara untuk kepentingan dunia, termasuk harus menjual agamanya demi kepentingan dunia. Makanya harus segera di bersihkan.

Begitu pula dari sifat-sifat benci kepada orang, pengen nipu orang, itu jangan sampai ada masuk sedikit pun. Berbahaya keinginan untuk nyakitin orang, itu berasal dari hati-hati yang kotor, kepada siapapun daripada setiap muslim. Dan dari prasangka-prasangka yang jelek kepada kaum muslimin:

إِعْتَقِدْ كُلَّ لَيْلَةٍ لَيْلَةَ الْقَدْرِ, وَاعْتَقِدْ جَمِيْعَ الْفَتَى خِضْر

“Yakini bahwa setiap malam itu adalah malam Lailatul-Qadar, dan jadikan (yakini) semua orang itu sebagai Nabi Khidir.”

Gimana sih kalau kita bertemu dengan seorang Nabi? Karena bagaimanapun juga, sejelek-jeleknya manusia dia memiliki “lailaha illa allah”, sejelek-jeleknya manusia dia memiliki kemuliaan dan keimanan. Fahimtum? Sehingga tidak layak untuk diburuk sangka.

Hendaknya memberi nasihat, sayang kepada mereka, memiliki rasa belas kasihan kepada mereka, meyakini betul bahwa mereka memiliki kebaikan, suka apa yang ia sukai. Juga semestinya dia suka bilamana ada orang lain memiliki hal tersebut.

Ada dirinya pengin jadi orang ahli ibadah, ketika melihat ada orang ahli ibadah dia girang. Dia pengen jadi orang ahli ilmu, lihat temannya ahli ilmu bukan malah hasut, bukan malah iri, bukan malah dengki, bukan malah jelek, buruk sangka. Enggak! Bukan malah benci. Enggak! Tapi dia sendiri pengin jadi orang benar.

Kalau dia tidak suka kepada sesuatu, dia enggak suka sakit misalnya, maka hendaknya juga tidak suka sakit. Datang kepada sesama muslim yang enggak suka diomongin oleh orang, maka begitu pula dia juga enggak suka ada orang lain ngomongin orang lain. Fahimtum?

Ini yang semestinya dimiliki oleh seorang murid, dan itu tidak bisa diraih kecuali dengan memperhatikan hati. Tapi kalau hatinya dibiarin kotor jangan dibiarin, pengin maki-maki orang jangan diturutin, pengen benci sama orang jangan diikutin, dan begitu seterusnya.

Maka mudah-mudahan Allah berkahi kita semua, Allah jadikan orang-orang yang Husnul-Khatimah. Alfatihah…

Rauhah Kitab Adab SulukilMurid

Sourche : https://www.youtube.com/watch?v=xMbMKvA9x3A