Hidup Adalah Perjalanan, Bukan Sekedar Kompetisi

Kehidupan sering kali dipandang sebagai sebuah arena kompetisi. Sejak kecil kita diajarkan untuk berjuang, mengejar tujuan, dan meraih apa yang kita impikan. Baik dalam karier, pendidikan, ataupun hubungan sosial, kita sering kali merasakan ada sebuah “perlombaan” yang harus dimenangkan. Setiap pencapaian dianggap sebagai kemenangan, dan setiap kegagalan dianggap sebagai kekalahan. Namun, pandangan ini bisa sangat membebani jika kita terlalu terfokus pada hasil dan mengabaikan perjalanan itu sendiri.

Namun, dalam realitasnya, menang dan kalah adalah bagian dari siklus kehidupan yang alami. Sama seperti musim yang berganti, kemenangan dan kegagalan datang silih berganti. Masing-masing memiliki perannya sendiri dalam proses pertumbuhan dan pembelajaran kita. Tetapi, yang sering terjadi adalah kita terlalu terjebak dalam perasaan euforia ketika menang dan terlalu tenggelam dalam kesedihan ketika kalah.

Hidup Penuh Rasa Euforia & Depresi

Ketika kita menang, terkadang kita menjadi terlalu larut dalam kebahagiaan yang berlebihan. Kemenangan itu seolah menjadi bukti dari segala usaha dan kemampuan kita, sehingga kita merasa lebih superior daripada orang lain. Rasa bangga yang berlebihan ini bisa berubah menjadi kesombongan. Kita merasa telah mengalahkan tantangan dan menguasai situasi, yang pada akhirnya menumbuhkan rasa jumawa.

Di sisi lain, ketika kita gagal, banyak orang yang merasakan kegagalan sebagai beban yang sangat berat. Rasa kecewa dan sedih bisa berlarut-larut, bahkan berkembang menjadi rasa putus asa atau depresi. Kegagalan sering kali dipandang sebagai akhir dari segala sesuatu, sebuah penilaian bahwa kita tidak cukup baik. Padahal, dalam kehidupan, kegagalan adalah salah satu bagian yang paling penting untuk belajar dan tumbuh.

Konsep Takdir dalam Islam: Semua Sudah Tertulis

Bagi umat Islam, keyakinan akan takdir adalah hal yang sangat penting. Allah, sebagai Sang Pencipta, telah menetapkan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, jauh sebelum kita ada. Segala peristiwa, baik itu kebahagiaan atau kesedihan, kemenangan atau kekalahan, sudah tertulis dalam Lauh Mahfuz, kitab yang mencatat segala takdir. Al-Qur’an dalam Surat Al-Hadid ayat 22-23 mengingatkan kita bahwa apapun yang menimpa kita—baik itu musibah atau nikmat—semuanya sudah ditentukan oleh Allah. Tidak ada sesuatu yang terjadi di luar pengetahuan-Nya.

مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَا ۗاِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ   لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙ

Artinya, “Tidak ada bencana (apapun) yang menimpa di bumi dan tidak (juga yang menimpa) dirimu, kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah.   (Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Bagi seorang mukmin, memahami konsep ini membawa kedamaian batin. Ketika kita merasa kecewa karena suatu hal tidak berjalan sesuai harapan, kita diingatkan bahwa segala yang terjadi adalah bagian dari takdir yang sudah ditentukan. Tidak ada gunanya meratap atau berlarut-larut dalam kesedihan, karena jika sesuatu itu sudah takdir kita, pasti akan datang pada waktunya. Sebaliknya, ketika kita mendapatkan kenikmatan atau kemenangan, kita juga tidak boleh terlalu terbuai, karena itu bukan semata-mata hasil dari usaha kita, tetapi juga berkat ketentuan Allah.

Tak Bisa Hindari Takdir, Namun Tetap Harus Berusaha

Konsep ini mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam perasaan berlebihan. Dalam Islam, kita diwajibkan untuk terus berikhtiar, berusaha sebaik-baiknya, tanpa terlarut dalam hasilnya. Allah menilai usaha kita, bukan hanya hasilnya. Dalam menghadapi takdir, kita diajarkan untuk menerima apa pun yang terjadi dengan hati yang lapang, meskipun itu adalah kegagalan atau kesulitan.

Seperti yang diterangkan dalam ayat Al-Qur’an sebelumnya, kita harus bisa menerima apa yang telah ditentukan dan tidak terlalu terlarut dalam perasaan sedih atau bahagia. Kegagalan adalah sarana untuk melatih kesabaran, dan kemenangan adalah peluang untuk menunjukkan rasa syukur. Kedua hal ini, baik kemenangan maupun kegagalan, adalah bagian dari perjalanan hidup yang seharusnya disikapi dengan bijak.

Bijak Menghadapi Takdir: Bersyukur & Sabar

Imam As-Syafi’i, dalam salah satu syairnya, menekankan bahwa hidup ini penuh dengan ketidakpastian. Hari-hari berjalan dengan takdirnya sendiri, dan kita tidak bisa mengontrol apa yang akan terjadi. Ketika takdir datang, kita hanya bisa menerima dengan lapang dada dan tidak terpengaruh oleh perasaan yang berlebihan. Segala hal yang terjadi di dunia ini adalah sementara, dan kita tidak seharusnya terikat pada perasaan yang berlarut-larut.

Imam As-Syafi’i dalam Diwan yang ditulisnya mengatakan:

  دَعِ الأَيّامَ تَفعَلُ مَا تَشاء … وَطِبْ نَفْساً إِذا حَكَمَ الْقَضاءُ 

وَلَا تَجْزَع لِحادِثَةِ اللَّيَالِي … فَمَا لِحَوادِثِ الدُّنْيَا بَقاءُ  

Artinya, “Biarkanlah hari melakukan apa saja yang ia mau, obatilah jiwa ketika takdir telah ditetapkan. Jangan gelisah dengan beragam peristiwa, karena segala kejadian di dunia tidak ada yang kekal.” (Diwanus Syafi’i, [Kairo: 1985], halaman 46).

Sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang mukmin adalah menerima semua keadaan dengan sabar dan syukur. Sabar dalam menghadapi cobaan, dan syukur ketika mendapatkan kenikmatan. Sebuah kegagalan tidak berarti akhir dari segalanya, dan kemenangan tidak berarti kita lebih baik dari orang lain. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa terus berkembang menjadi pribadi yang lebih baik, tidak terjebak dalam kesedihan atau kebanggaan yang berlebihan.

Menjalani Kehidupan dengan Keseimbangan

Pada akhirnya, hidup bukan hanya tentang menang atau kalah, tetapi bagaimana kita menjalani setiap proses dengan penuh kesadaran dan keseimbangan. Menghadapi kemenangan, kita harus tetap rendah hati dan tidak lupa diri. Menghadapi kekalahan, kita harus tetap bangkit dan tidak larut dalam kesedihan. Semua peristiwa dalam hidup ini adalah bagian dari takdir Allah, dan kita hanya bisa berusaha sebaik mungkin, sambil menyerahkan hasil akhirnya kepada-Nya.

Dengan keyakinan bahwa Allah sudah menulis takdir kita, kita bisa menjalani kehidupan ini dengan lebih tenang, tidak terlalu cemas atas kegagalan dan tidak terlalu bangga atas keberhasilan. Semua ini adalah bagian dari perjalanan yang harus kita jalani dengan bijaksana. Wallahu a’lam...