
Cinta, dalam perspektif tasawuf, bukan hanya tentang hubungan antara manusia dengan manusia, tetapi juga tentang hubungan mendalam antara hamba dengan Tuhan. Cinta dalam tasawuf lebih dianggap sebagai perjalanan spiritual yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah. Ini adalah cinta yang melampaui sekadar perasaan duniawi dan menjelma menjadi sebuah perasaan yang murni dan tulus. Mari kita eksplorasi lebih dalam tentang bagaimana tasawuf memandang cinta, yang juga bisa disebut sebagai “romantisme yang mendekatkan pada Tuhan.”
Cinta Sebagai Perjalanan Spiritual
Dalam tasawuf, cinta kepada Allah (mahabah) adalah inti dari perjalanan seorang salik (penempuh jalan spiritual). Cinta ini bukan hanya tentang rasa suka, tetapi merupakan dorongan yang mendorong jiwa untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan. Para sufi percaya bahwa cinta adalah jalan untuk memahami hakikat diri dan Tuhan. Hal ini tercermin dalam ungkapan terkenal dari Imam Al-Ghazali:
“Cinta adalah cahaya yang menghapuskan kegelapan hati dan membuka pintu-pintu rahasia kehidupan.”
Cinta ini mengarah pada pencapaian makrifat, yaitu pengetahuan langsung tentang Allah yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman batin yang dalam.
Cinta sebagai Rasa Keharuan dan Kerinduan kepada Tuhan
Para sufi sering menggambarkan cinta sebagai bentuk kerinduan yang mendalam kepada Allah, seperti halnya kerinduan seorang kekasih kepada kekasihnya. Rasa ini bukan sekadar emosi, tetapi kerinduan spiritual yang mendorong seorang hamba untuk terus mencari dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Salah satu puisi terkenal dari Jalaluddin Rumi menggambarkan perasaan ini dengan sangat indah:
“Cinta adalah api yang membakar jiwa, dan jiwa yang terbakar akan menemukan kedamaian dalam kebersamaan dengan Yang Maha Cinta.”
Rumi juga sering mengaitkan cinta dengan kerinduan yang tak terucapkan, yaitu rasa rindu yang hanya bisa dipahami oleh jiwa yang telah mengenal Tuhan.
Cinta dalam Al-Qur’an dan Hadis
Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan cinta-Nya kepada hamba-Nya yang beriman. Cinta ini adalah cinta yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Dalam surat At-Taubah, Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنيَانٌ مَّرْصُوصٌ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang kokoh.” (QS. At-Taubah: 12)
Ayat ini menunjukkan bahwa cinta Allah diberikan kepada mereka yang menjalani hidup dengan penuh ketulusan dan pengabdian, sejalan dengan nilai-nilai Islam yang luhur. Bagi para sufi, cinta ini adalah bentuk pengorbanan diri yang total dalam menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak Tuhan.
Romantisme dalam Cinta kepada Tuhan
Bagi seorang sufi, cinta kepada Allah adalah bentuk “romantisme” yang paling mendalam. Ini bukan cinta yang hanya berkisar pada dunia fisik, tetapi lebih pada cinta spiritual yang menyelimuti seluruh hidup mereka. Mereka melihat Allah bukan hanya sebagai Tuhan yang harus dihormati, tetapi juga sebagai kekasih yang dirindukan dan dicintai dengan segenap jiwa.
Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
“Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril dan berkata, ‘Sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah dia.’ Maka Jibril pun mencintainya, dan Jibril memanggil penghuni langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia.’ Akhirnya seluruh penghuni langit pun mencintainya.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menggambarkan bahwa cinta Allah kepada hamba-Nya dapat menyebar kepada seluruh alam semesta. Cinta yang diawali dari Allah ini menjadi satu kesatuan yang menyeluruh dan meliputi seluruh dimensi kehidupan.
Kesimpulan
Cinta dalam tasawuf bukan hanya sekadar perasaan terhadap pasangan atau sesuatu yang fana. Cinta ini adalah sebuah perjalanan spiritual yang mengarah pada kedekatan dengan Tuhan, yang membawa seseorang menuju pencerahan dan makrifat. Ini adalah romantisme yang melampaui batas-batas duniawi dan menjadikan seseorang semakin dekat dengan Allah.
Dalam dunia yang sering kali terjebak pada cinta yang bersifat sementara, tasawuf mengajarkan kita untuk menemukan cinta yang lebih mendalam dan abadi, yaitu cinta kepada Tuhan yang mengarah pada kedamaian sejati. Sebagaimana kata Rumi:
“Cinta adalah perjalanan tanpa akhir, dan hanya dengan cinta kita akan menemukan diri kita yang sejati.”