
Al-Habib Umar bin Hafidz adalah seorang ulama besar kelahiran Tarim, Hadramaut, Yaman, pada 27 Mei 1963. Sosok Habib Umar ini dikenal umat Muslim sebagai pendakwah terkemuka yang berasal dari keturunan ulama berpengaruh serta diyakini masih keturunan Nabi Muhammad dari Husain bin Ali.
Ayah Habib Umar bin Hafidz adalah seorang mufti dalam mazhab Syafi’i di Tarim bernama Muhammad bin Salim bin Hafiz. Sosok ayahnya yang merupakan ulama besar juga menjadikan Habib Umar sudah terdidik ilmu agama sejak kecil hingga menjadi penghafal Al-Qur’an. Selain itu, kakek Habib Umar juga termasuk ulama ternama yakni al-Habib Hafidz bin Abdullah bin Syekh Abubakar bin Salim.
Silsilah Nasab Habib Umar bin Hafidz
Berikut ini silsilah Habib Umar: yakni al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Abd-Allah bin Abi Bakr bin Aydarus bin al-Husain bin al-Syaikh Abi Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin al-Syaikh Abdurrahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawelah bin Ali bin Alawi bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib al-Mirbat bin Ali Khali’ Qasam bin Alawi bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-‘Uraidi bin Jafar al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zain al-Abidin bin Husain bin Sayidina ‘Ali bin Abi Thalib pasangan Sayidah Fatimah az-Zahra putri dari Rasul Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Masa Kecil Habib Umar bin Hafidz
Habib Umar telah mampu menghafal Al-Qur’an pada usia yang sangat muda dan juga menghafal berbagai teks inti dalam fikih, hadits, Bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyak ulama-ulama tradisional seperti al-Habib Muhammad bin ‘Alawi bin Syihab dan al-Syaikh Fadhl Bafadhl, serta para ulama lain yang mengajar di Ribath, Tarim.
Beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, Al-Habib Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada dakwah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan. Ayahnya begitu memperhatikan sang Habib Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan zikir.
Namun secara tragis, ketika Al-Habib Umar sedang menemani ayahnya untuk sholat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis dan sang Habib Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi.
Ini menyebabkan Habib Umar muda menganggap bahwa tanggung-jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Dakwah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di masa kecil sebelum beliau mati syahid.
Sejak itu, dengan sang bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan dakwah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil.
Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di masjid-masjid setempat di mana ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al-Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional.
Perjalanan Dakwah Habib Umar bin Hafidz
Habib Umar sejak menginjak usia 15 tahun memiliki kecerdasan yang tinggi terhadap ilmu agama Islam, sehingga Al Habib sudah dipercaya untuk mengajar di samping masih terus belajar kepada para habib terkemuka sebagai gurunya seperti Syekh Yasin Al-Fadani dan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki.
Pada usia 17 tahun, Habib Umar bin Hafidz sempat berpindah ke Kota Al-Bayda. Hal ini dilakukannya setelah di Tarim terjadi kekacauan akibat persekusi yang dilakukan oleh rezim komunis kepada para ulama di wilayah tersebut.
Di Al-Bayda, ilmu keagamaan Habib Umar semakin meningkat yang kemudian Al Habib membuat forum kajian yang mampu menarik para pemuda di Kota Al-Bayda, Al Hudayah, hingga Ta’iz.
Pada tahun 1994 Habib Umar sempat kembali ke kampung halamannya di Tarim. Ia kemudian mendirikan pondok pesantren Darul Mustafa yang diresmikan pertama kali pada tahun 1997. Seiring kemajuannya, ponpes ini memiliki beberapa cabang yang tersebar di sejumlah wilayah hingga negara.
Atas karismatik dan kepiawaiannya dalam memberikan tausiyah hingga dakwah keagamaan, Habib Umar bin Hafidz semakin banyak dikenal umat Muslim di penjuru dunia. Empat tahun berselang, Habib Umar mendirikan Darul Zahra di Tarim, yakni pondok pesantren yang dikhususkan untuk santri perempuan.
Sejak saat itu, Habib Umar bin Hafidz semakin giat memberikan dakwah hingga menjamahi berbagai negara termasuk di Indonesia. Habib Umar mengunjungi Indonesia pertama kali pada tahun 1994 yang menginisiasi lahirnya Majelis Al-Muwasholah Bayna Ulama Al Muslimin atau Forum Silaturahmi antar ulama.
SosokBijaksana Habib Umar bin Hafidz
Sosok yang bijaksana dan penuh perhatian Selain berpemikiran luas, Habib Umar bin Hafidz merupakan sosok yang bijaksana. Habib Hamid Al-Qadri salah seorang murid Habib Umar yang berasal dari Indonesia mengatakan bahwa kebijaksanaan Habib Umar terlihat dari kebiasaannya yang tidak pernah menggeneralisir sebuah kesalahan dan menisbatkannya pada sebuah kelompok tertentu.
“Beliau (Habib Umar) tidak akan menyebut sebuah kesalahan sebagai kesalahan sebuah kelompok. Sebab bisa jadi kesalahan itu tidak dilakukan oleh semuanya,” kata Habib Hamid Al-Qadri.
Dalam pandangan Habib Umar, katanya, akan selalu ada anggota kelompok yang berperilaku tidak sesuai dengan ajaran baik di dalam kelompoknya. Maka dari itu, penyamarataan atau melakukan generalisasi sama dengan menyebut bahwa semua orang di dalam kelompok melakukan hal buruk itu yang hanya dilakukan satu atau dua orang itu. Jika sikap itu diambil, maka akan menghalangi silaturrahmi antara kelompok.
Selain itu, Habib Umar merupakan sosok yang memiliki perhatian yang tinggi pada muridnya-muridnya. Habib Hamid Al-Qadri mengisahkan, pada sebuah malam di musim dingin di mana suhu di Pondok Darul Musthafa, Tarim, Hadramaut, Yaman mencapai 4 derajat celcius, beberapa murid asal Indonesia kedinginan. Mereka adalah murid yang baru beberapa saat tiba di Yaman dan baru pertama kali merasakan musim dingin.
Pada waktu itu, terdapat empat murid asal Indonesia yang tak kebagian selimut tebal. Akhirnya Habib Umar mendatanginya sambil membawa dua lembar selimut. Lalu Habib Umar bertanya, ‘apakah selimutnya masih kurang?’ Para muridnya menjawab, ‘Iya masih kurang, Habib’.
Selang beberapa waktu Habib Umar datang dengan selembar selimut di tangannya. Setelah menyerahkan, Habib Umar bertanya lagi, ‘apakah masih kurang?’. Lalu muridnya menjawab ‘Iya, kurang satu lagi Habib’. Tak lama, Habib Umar datang lagi membawa dan menyerahkan selembar selimut lainnya yang agak bau ‘pesing’. Walhasil murid yang menerima selimut terakhir ini sedikit menggerutu.
Keesokan harinya ia mengeluh pada temannya yang lebih senior tentang selimut yang diterimanya. Rekannya lalu berkata, “Sesungguhnya dua selimut yang diberikan pertama kali oleh Habib Umar adalah milik Habib Umar sendiri dan istrinya. Sedangkan dua yang terakhir adalah milik anak-anaknya yang masih kecil,” kata rekannya seperti ditirukan Habib Hamid Al-Qadri.
“Jadi Habib Umar sampai rela dia dan keluarganya serta anak-anaknya tidur kedingingan karena rasa perhatian yang tinggi pada muridnya yang datang dari jauh,” ujarnya.
Perjalanan Hidup Habib Umar bin Hafidz
Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz dilahirkan di Tarim pada Senin, 4 Muharram 1383 H atau 27 Mei 1963 M. Sejak belia, beliau telah mempelajari sejumlah ilmu agama seperti Al-Hadist, Fiqih, Tauhid dan Ushul Fiqih dari lingkungan keluarganya sendiri, terutama dari ayahnya, Muhammad bin Salim yang merupakan seorang Mufti di Tarim.
Selain dari Ayahnya, pada masa itu ia juga belajar dari tokoh-tokoh lainnya seperti Al-Habib Muhammad bin Alawi bin Shihab al-Din, Al-Habib Ahmad bin Ali Ibn al-Shaykh Abu Bakr, Al-Habib Abdullah bin Shaykh Al-Aidarus, Al-Habib Abdullah bin Hasan Bil-Faqih, Al-Habib Umar bin Alawi al-Kaf, al-Habib Ahmad bin Hasan al-Haddad, dan ulama lain di Tarim.
Habib Umar sendiri mulai mengajar dan berdakwah sejak dia berusia 15 tahun sambil melanjutkan belajar pada para ulama kala itu.
Di saat situasi sosial-politik di Tarim sedang kacau atas penguasaan Rezim Komunis pada tahun 1981, Habib Umar pindah ke Kota Al-Bayda di sebelah utara Yaman. Di sana Habib Umar kembali mempelajari ilmu agama kepada al-Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar, Al-Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumayt dan Al-Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil. Sambil belajar, ia juga mengajar dan membuat forum kajian baik di kota Al-Bayda, di Al-Hudaydah dan juga di Kota Ta`izz.
Pada tahun 1992, Habib Umar pidah dari Al-Bayda ke kota Al-Shihr, Ibu Kota Provinsi Hadramaut untuk mengajar di sana setelah Rezim Komunis yang menguasai kota itu takluk. Setelah beberapa tahun tinggal di sana, Habib Umar kembali ke kota asalnya, Tarim pada tahun 1994. Pada tahun itu juga, Habib Umar mulai merintis berdirinya pondok pesantren Darul Musthafa dan mulai menerima murid dari berbagai tempat. Walau demikian, pembukaan institusi tersebut baru diresmikan pada tahun 1997. Dan sejak saat itu, murid-murid berdatangan dari berbagai negara berdatangan untuk belajar di Darul Musthafa.
Kiprah Mendunia Habib Umar bin Hafidz
Kiprah dakwahnya tak hanya melalui mendirikan pesantren. Habib Umar juga menginisiasi sejumlah forum kajian keagamaan di kota Tarim. Salah satu forum yang rutin dia hadiri adalah pertemuan mingguan dengan warga Tarim yang digelar di pusat kota Tarim dan selalu dihadiri oleh ratusan penduduk kota setempat. Selain pertemuan formal, ia juga melakukan silaturrahmi ke berbagai tempat di Yaman untuk mengunjungu kampus-kampus dan sejumlah organisasi.
Di Indonesia sendiri, Habib Umar telah melakukan dakwah rutin sejak tahun 1994. Awal kedatangan Habib Umar ke Indonesia adalah pada tahun 1994 saat diutus oleh Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf yang berada di Jeddah untuk mengingatkan dan menggugah ghirah (semangat atau rasa kepedulian) para Alawiyyin Indonesia. Perintah itu disebabkan sebelumnya ada keluhan dari Habib Anis bin Alwi al-Habsyi seorang ulama dan tokoh asal Kota Solo, Jawa Tengah tentang keadaan para Alawiyyin di Indonesia yang mulai jauh dan lupa akan nilai-nilai ajaran para leluhurnya.
Intensitas kedatangan yang semakin sering ke Indonesia membuat Habib Umar menginisiasi lahirnya organisasi bernama Majelis Al-Muwasholah Bayna Ulama Al Muslimin atau Forum Silaturrahmi Antar Ulama. Sejak itu, Habib Umar menjadi semakin sering datang ke Indonesia untuk menyampaikan dakwah dan ajarannya.
Saat ini, Habib Umar telah melakukan dakwahnya secara global. Sejumlah negara yang kerap dia hadiri adalah Syiria, Lebanon, Jordania, Mesir, Aljazair, Sudan, Mali, Kenya, Tanzania, Afrika Selatan, India, Pakistan, Sri lanka, Malaysia, Singapura, Australia dan sejumlah negara Eropa lainnya.
Di kompilasikan dari berbagai sumber